Kasus Lahan Perkebunan di Ketapang, Pengamat Sebut Tuntutan Warga Bentuk Perlawanan Terhadap Ketidakadilan
Ketegangan antara warga dari tiga desa di Kecamatan Sandai, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, dengan PT Sandai Makmur Sawit (SMS) dan PT Mukti Plantation terkait sengketa lahan seluas 70 hektar masih berlanjut.
Warga mengklaim bahwa tanah mereka digunakan oleh perusahaan tanpa pemberitahuan dan pembagian keuntungan.
Sejumlah warga menyatakan keprihatinan bahwa kehadiran dua perusahaan sawit yang berada di bawah Mukti Group tidak memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi masyarakat setempat.
Selain itu, warga juga mencurigai adanya potensi penyalahgunaan pajak dari pengelolaan lahan dan hasil pabrik kelapa sawit yang seharusnya memberikan pemasukan bagi pemerintah daerah.
Ketua Koperasi Nasional Pangkat Longka Ketapang Sejahtera, M. Sandi, menyampaikan bahwa penolakan terhadap perusahaan ini sudah berlangsung lama.
"Penolakan terhadap dua perusahaan tersebut sebenarnya sudah berlangsung sejak lama. Bahkan, Pemerintah Kabupaten Ketapang sudah melayangkan tiga kali surat peringatan ke perusahaan tersebut. Tak hanya itu, pada 2022 lalu, PT SMS di hadapan pejabat daerah telah menandatangani pakta integritas untuk meningkatkan kinerja dan melakukan perbaikan," katanya.
Konflik semakin memanas setelah insiden kecelakaan kerja yang terjadi pada 24 Agustus 2024. Sebuah kendaraan perusahaan yang mengangkut pekerja mengalami rem blong dan masuk jurang, mengakibatkan satu orang meninggal dunia dan sembilan lainnya terluka.
Insiden ini memicu kemarahan warga setelah diketahui bahwa perusahaan belum mendaftarkan para pekerjanya ke BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, meskipun ada potongan gaji yang diterapkan.
Emerson Yuntho, Wakil Direktur Visi Integritas, menyoroti dugaan adanya praktik korupsi dalam pengelolaan perkebunan sawit di Kalimantan Barat.
"Pencaplokan lahan warga di Kalimantan Barat sudah terjadi sejak lama. Warga pun semakin tak berdaya oleh karena diduga ada kongkalikong antara perusahaan sawit dengan pemerintah setempat," kata Emerson Yuntho Wakil Direktur Visi Integritas, dalam keterangannya, Senin (16/9/2024).
Menurutnya, ada enam modus korupsi yang sering terjadi di sektor ini, mulai dari suap untuk memperoleh izin, pemberian izin untuk keluarga atau kroni kepala daerah, pembiaran beroperasi tanpa izin, mark up dalam pengadaan bibit sawit, usaha perkebunan sawit fiktif, dan penghindaran atau manipulasi pajak dari sektor perkebunan.
Di Kalimantan Barat, tiga modus yang paling sering terjadi adalah suap untuk memperoleh izin, pemberian izin kepada keluarga pejabat, serta pembiaran perusahaan beroperasi tanpa izin.
Ia menambahkan bahwa praktik pengambilan lahan oleh perusahaan sawit telah berlangsung lama dan menyebabkan kerugian ekonomi yang besar.
"Kalaupun warga menjadi marah dan melaporkan, baik ke Kejaksaan Agung maupun KPK, itu bentuk kekecewaan yang sudah menggurita sejak dulu," ujarnya.
Selain itu, gugatan warga merupakan suatu bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan yang selama ini dirasakan. "Warga mungkin sudah antipati terhadap keberadaan perusahaan perkebunan kelapa sawit di sana. Karena hanya menguras kekayaan alam lokal, tapi tidak memberi dampak bagi warga sekitar. Belum lagi soal perizinan yang masih perlu dipertanyakan," tandasnya.
Dirinya meminta pemerintahan kedepan bisa memberi perhatian terhadap pembenahan tata kelola perkebunan sawit. "Harus dicek lagi izin-izin perusahaan sawit yang ada. Jangan-jangan banyak yang bodong. Kasihan masyarakat lokal yang mungkin selama ini mengolah lahan tapi secara semena-mena dikuasai oleh korporasi," tuntasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: