Ketua Bidang Kampanye Positif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Edi Suhardi, mengungkapkan jika pihaknya merasa tidak puas dengan artikel teranyar dari Reuters melalui platform Context. Artikel yang ditulis oleh koresponden Asia Tenggara untuk Thomson Reuters Foundation, Adi Renaldi, tersebut dianggap memberikan pandangan yang tidak adil serta berpotensi merusak citra industri kelapa sawit Indonesia.
Adapun artikel tersebut mengangkat isu perubahan iklim, lingkungan, dan penggundulan hutan yang dikaitkan dengan industri kelapa sawit. Namun menurut Edi isinya bias dan tidak mencerminkan realitas di lapangan.
Baca Juga: Produksi Sawit Indonesia Diprediksi Masih Stabil, Gimana Nasib India dan Malaysia?
Renaldi dalam tulisannya yang berjudul “Bagaimana industri kelapa sawit Indonesia memicu krisis iklim?” tersebut menyoroti dampak ekspansi perkebunan kelapa sawit terhadap hutan hujan Indonesia serta kontribusinya terhadap emisi karbon global.
Dalam tulisannya yang mengutip data dari Global Forest Watch dan Nusantara Atlas tersebut mengklaim bahwa Sumatera dan Kalimantan telah kehilangan sebagian besar hutan tropisnya akibat perluasan perkebunan sawit. Selain itu, artikel tersebut juga mengaitkan produksi biodiesel berbasis kelapa sawit dengan peningkatan emisi karbon dan menyebut bahwa biofuel dari sawit lebih berbahaya daripada bahan bakar fosil.
Oleh sebab itu, Edi menolak klaim oleh Reuters tersebut. Edi menilai jika artikel tersebut menunjukkan kurangnya pemahaman mengenai undang-undang kehutanan di Indonesia.
“Budidaya kelapa sawit baru hanya dapat dikembanga di Area Penggunaan Lain (APL), yakni di luar kawasan hutan yang ditetapkan oleh pemerintah. Dengan demikian, pengembangan kelapa saiwt tidak dapat dikategorikan sebagai deforestasi,” ucap Edi dalam keterangannya, Selasa (24/9/2024).
Baca Juga: Pemerintah Revisi Kebijakan ISPO: Kebut Sertifikasi Sawit Berkelanjutan di Indonesia
Pihaknya juga menyoroti perihal pentingnya minyak kelapa sawit dalam perekonomian Indonesia khususnya dalam menciptakan lapangan kerja dan mendukung pertumbuhan ekonomi di pedesaan.
Sebanyak 41% dari perkebunan kelapa sawit di Indonesia, kata Edi, dimiliki oleh para petani kecil yang tentu saja tinggal di sekitar perkebunan. Alhasil, industri tersebut memberikan pekerjaan kepada sekitar 17 juta orang mulai dari sektor pertanian hingga pengolahan dan administrasi.
“Namun, Reuters nampaknya mengabaikan fakta-fakta tersebut,” ujar Edi.
Baca Juga: Pj Gubernur Riau Dukung Kerja Sama dengan Mahasiswa Jepang Soal Hilirisasi Sawit
Selain itu, pihaknya juga menegaskan bahwa kontribusi minyak kelapa sawit sangat penting dalam upaya Indonesia mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil melalui penggunaan biofuel. Sebagai salah satu produsen kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia telah berkomitmen untuk meningkatkan penggunaan biodiesel berbasis sawit guna menekan emisi karbon.
“GAPKI menyayangkan publikasi artikel yang dinilai tidak seimbang dan tidak berdasar dengan fakta yang telah diverifikasi sebelumnya,” ungkapnya.
Reuters dinilai tidak melakukan verifikasi yang cukup terkait berbagai klaim yang mereka buat dalam klaim tersebut. Hal tersebut merupakan contoh kampanye hitam terhadap industri kelapa sawit Indonesia yang kerap diabaikan oleh media asing.
Baca Juga: SMK Dinamika 1 Jakarta Jadi Pemenang Lomba Konversi Motor Listrik
Dalam pandangan GAPKI, industri kelapa sawit Indonesia saat ini masih terus berupaya untuk memenuhi standar keberlanjutan dan berkontribusi terhadap pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), termasuk di antaranya menjaga keseimbangan lingkungan sambil memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar