Kementerian Pertanian (Kementan) mengakui bahwa penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) terkait kemasan rokok polos tanpa merek berpotensi berdampak signifikan terhadap sektor pertanian, khususnya pertembakauan nasional. Muhammad Rizal Ismail, Direktur Tanaman Semusim dan Tahunan Kementan, menyebut regulasi ini akan menurunkan produktivitas industri hasil tembakau serta mengancam kesejahteraan petani.
"Aturan kemasan rokok polos tanpa merek akan memberatkan industri tembakau. Terlebih, mereka harus melakukan desain ulang dan cetak ulang kemasan yang membutuhkan ongkos besar," kata Rizal.
Baca Juga: Rancangan Permenkes Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Dinilai Bakal Perparah Gelombang PHK
Ia memperingatkan bahwa kebijakan tersebut bisa memicu efisiensi berlebihan, menurunkan serapan bahan baku, dan bahkan mendorong Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Rizal menambahkan bahwa tembakau merupakan komoditas unggulan dengan luas lahan nasional mencapai 229.123 hektare pada 2023 dan produksi tembakau kering sebesar 285.348 ton. Dengan adanya aturan baru, serapan hasil tembakau dari petani bisa merosot drastis, mengancam mata pencaharian mereka. "Ini menjadi tantangan besar bagi pemangku kepentingan pertembakauan di Indonesia," ujarnya.
Selain itu, Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), I Ketut Budhyman, menyoroti beban berat yang akan ditanggung pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto jika aturan kemasan polos diterapkan. Ia memperingatkan bahwa aturan tersebut akan mendorong maraknya rokok ilegal, yang memudahkan pemalsuan produk.
"Negara rugi dua kali. Cukai tidak tercapai, rokok ilegal marak," tegas Budhyman, merujuk pada potensi kerugian cukai yang mencapai Rp213,48 triliun pada 2023.
Menurut kajian Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), penerapan kebijakan ini bisa menyebabkan kerugian ekonomi hingga Rp308 triliun dan penurunan penerimaan pajak sebesar Rp160,6 triliun. Budhyman mempertanyakan kesiapan pemerintah dalam menghadapi dampak ini. "Apakah pemerintah siap kehilangan angka sebesar ini?" ujarnya, mendesak agar aturan tersebut dibatalkan atau direvisi.
Dengan ketidakpastian yang melingkupi penerapan kebijakan ini, sektor pertembakauan di Indonesia kini berada di persimpangan jalan, menghadapi tantangan ekonomi dan sosial yang serius.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: