Soal Pelaksanaan Hapus Tagih UMKM, Pengamat Nilai Tetap Perlu Aturan Turunan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 terkait penghapusan piutang macet UMKM merupakan sebagai payung hukum bank pelat merah. Kendati demikian, tetap diperlukan peraturan turunannya agar dapat diimplementasikan sesuai prosedur yang lebih detail dan jelas.
Pengamat perbankan & praktisi sistem pembayaran Arianto Muditomo mengatakan, karena hanya memiliki batas waktu enam bulan sejak PP 47/2024 diterbitkan, maka perlu dukungan dari regulator supaya Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) bisa cepat mengimplementasikan kebijakan hapus tagih UMKM.
“PP 47/2024 telah menetapkan syarat dan prosedur penghapusan utang. Namun, untuk mengatasi potensi moral hazard,diperlukan peraturan pelaksana yang lebih rinci dan mekanisme pengawasan yang ketat. Hal ini untuk memastikan tidak ada celah yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” ungkap Arianto di Jakarta Jum'at (22/11/2024).
Baca Juga: Tarif PPh Final UMKM Akan Berakhir di Tahun 2024, Bagaimana Dampaknya?
Dalam PP tersebut, Arianto menyampaikan bahwa kriteria yang ditetapkan cukup tepat, karena fokus pada debitur yang benar-benar kesulitan melunasi utang lama dan menyasar jumlah utang yang signifikan untuk UKM, yaitu maksimal Rp 500 juta.
“Syarat utang yang telah dihapus buku lima tahun lalu, memastikan bantuan diberikan kepada mereka yang paling terdampak. Namun, efektivitasnya tetap bergantung pada pengawasan ketat dan verifikasi akurat untuk memastikan bantuan tepat sasaran dan tidak disalahgunakan,” lanjut dia.
Untuk bisa mempercepat implementasi kebijakan tersebut, dia menyarankan beberapa hal yang perlu dilakukan oleh perbankan dan juga pemerintah. Untuk perbankan, bisa segera memetakan debitur yang memenuhi kriteria penghapusan utang sesuai dengan PP 47/2024. Kemudian, melakukan penilaian menyeluruh terhadap status kredit debitur untuk memastikan kelayakan penghapusan, serta bekerja sama dengan instansi terkait untuk sinkronisasi data dan prosedur.
“Yang perlu dilakukan pemerintah, yaitu membentuk tim verifikasi untuk memastikan data debitur akurat dan mencegah penyalahgunaan,” kata Arianto.
Adanya tim verifikasi dari pemerintah juga dapat menjadi pegangan atau bantalan bagi bank pelaksana hapus tagih UMKM di sisi kepastian hukum, sehingga lebih aman di kemudian hari, karena ada pihak pemerintah yang ikut terlibat verifikasi.
Meskipun, dalam PP 47/2024 Pasal 7 ayat (3) juga sudah tertulis bahwa direksi dalam melakukan penghapusbukuan dan penghapustagihan tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian yang terjadi.
Baca Juga: Sambut Positif, OJK Nilai Penghapusan Piutang Macet Solusi untuk Keberlanjutan UMKM
Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan sosialisasi informasi mengenai prosedur dan kriteria penghapusan utang kepada masyarakat dan perbankan. Pasalnya, saat ini masih ada yang belum memahami isi dari PP 47/2024, utamanya terkait kriteria dan syarat. Terakhir, pemerintah juga harus memastikan proses berjalan sesuai ketentuan dan mengatasi hambatan yang muncul.
Dengan diimplementasikan PP 47/2024, diharapkan dapat mendorong pertumbuhan UMKM dengan memberikan peluang bagi pelaku usaha untuk memulai kembali tanpa beban utang lama yang menghambat.
"Dengan dihapusnya utang, pelaku UKM dapat memperbaiki likuiditas, membuka akses ke pembiayaan baru, dan meningkatkan produktivitas usaha. Hal ini berpotensi menghidupkan kembali usaha-usaha yang sebelumnya terhenti akibat tekanan finansial,” tandas Arianto.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait: