Sejatinya Indonesia telah mengadopsi tata kelola perkebunan kelapa sawit sejak lama. Baik pada level kebijakan berupa peraturan perundang-undangan nasional dan sectoral, maupun pada level sertifikasi perkebunan kelapa sawit berkelanjutan.
Pemerintah, pada level kebijakan, bahkan telah mengadopsi perkebunan kelapa sawit berkelanjutan sebagaimana dimuat dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
Baca Juga: Dukung Iklim Riset Sawit Berkelanjutan BPDPKS Gelar Program Grant Riset Sawit, Tertarik Daftar?
Selanjutnya, dalam implementasinya dituangkan dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan atau Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang menetapkan bahwa ISPO sifatnya wajib atau mandatory.
Dilansir dari laman GAPKI, Jumat (27/12/2024), regulasi tersebut kemudian digantikan oleh Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 11 Tahun 2015 tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan (ISPO).
“Sebelumnya, perkebunan kelapa sawit Indonesia secara sukarela telah mengadopsi prinsip-prinsip perkebunan kelapa sawit berkelanjutan melalui Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) sejak tahun 2004,” ungkap GAPKI.
Pemerintah Indonesia kemudian mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (ISPO) untuk lebih memperkuat dan mengintegrasikan antar sektor yang berkaitan dengan pembangunan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan.
Pada akhirnya, Perpres Nomor 44 Tahun 2020 tersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (ISPO).
Tak hanya itu, pemerintah juga turut menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN-KSB) tahun 2019 – 2024. Hal tersebut merupakan bagian dari tata kelola perkebunan kelapa sawit.
Menurut GAPKI, tujuan dari RAN-KSB tersebut yakni meningkatkan kapasitas serta kapabilitas petani sawit, pemanfaatan kelapa sawit sebagai energi baru terbarukan, penyelesaian status dan legalisasi lahan, meningkatkan diplomasi sawit hingga mempercepat tercapainya perkebunan kelapa sawit Indonesia yang berkelanjutan.
“Tata kelola perkebunan kelapa sawit Indonesia berkelanjutan (ISPO) merupakan pengintegrasian pelaksanaan tata kelola mulai dari level kebijakan, industri dan level usaha perkebunan,” jelas GAPKI.
ISPO secara umum terdiri dari tujuh prinsip yang didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020. Prinsip ISPO sendiri lebih komprehensif guna memastikan serta meningkatkan pengelolaan dan pengembangan perkebunan sawit berkelanjutan, menjaga rantai pasok minyak sawit, meningkatkan keberterimaan dan daya saing produk sawit Indonesia baik di pasar domestik maupun pasar global dan berkontribusi dalam penurunan emisi GRK.
Baca Juga: Potensi Jaga Devisa dan Lingkungan, Ini Sederet Fakta Bioplastik Berbahan Sawit
“Prinsip dan tujuan penguatan ISPO tersebut telah mengakomodir dan bersinergi dengan komitmen global dalam rangka pembangunan berkelanjutan seperti Sustainable Development Goals (SDGs) dan Paris Agreement, termasuk Nationally Determined Contributions (NDCs),” pungkas GAPKI.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar