Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        1.800 Buruh Konglomerat Jerman Terkena PHK: Korban Lesunya Sektor Otomotif Dunia

        1.800 Buruh Konglomerat Jerman Terkena PHK: Korban Lesunya Sektor Otomotif Dunia Kredit Foto: Reuters/Thilo Schmuelgen
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Konglomerat Industri Jerman, Thyssenkrupp baru-baru ini mengejutkan pasar otomotif dengan rencananya yang akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). 1.800 pekerja setidaknya akan kehilangan pekerjaanya kali ini.

        Board Member Divisi Otomotif Thyssenkrupp, Volkmar Dinstuhl mengatakan pihaknya terpaksa melakukan pemangkasan jumlah pegawai menyusul belum pulihnya pasar otomotif global.

        Baca Juga: Urusan Mobil Hybrid, Innova Zenix Juaranya, Buktinya dilihat dari Data ini..

        "Kami tidak bisa menghindari tekanan pasar ini, meskipun kami tetap yakin dengan masa depan bisnis komponen teknologi kami," kata Volkmar Dinstuhl, dilansir dari Reuters, Jumat (7/3).

        Thyssenkrupp juga akan membekukan perekrutan dan memangkas investasi, dengan total penghematan diperkirakan akan mencapai lebih dari €150 juta (US$162 juta).

        Volkmar mengatakan perusahaan mengalami tekanan menyusul Lesunya permintaan mobil global yang terus berlanjut hingga produksi kendaraan masih jauh di bawah tingkat historis sebelum pandemi.

        Di sisi lain ketidakpastian pasar otomotif semakin menguat menyusul adanya kebijakan hingga perang tarif dari Amerika Serikat, Meksiko, Kanada dan China.

        Adapun 1.800 pekerja akan menjadi korban pemangkasan tenaga kerja akibat langkah perusahaan kali ini. Keputusan ini juga menambah daftar panjang perusahaan di industri otomotif yang melakukan PHK.

        Baca Juga: Ternyata Ancaman PHK Sempat Menimpa Freeport! Untungnya, Kementerian ESDM Cepat Terbitkan Izin Ekspor

        Tren pemangkasan tenaga kerja dalam sektor otomotif ini tidak lepas dari beberapa faktor utama seperti permintaan kendaraan yang melemah, biaya produksi yang tinggi hingg transisi ke kendaraan listrik yang lebih lambat dari perkiraan industri.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: