Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Posisi Investasi Internasional RI Merosot ke US$245,3 Miliar, BI Ungkap Penyebabnya

        Posisi Investasi Internasional RI Merosot ke US$245,3 Miliar, BI Ungkap Penyebabnya Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pada triwulan IV 2024, Posisi Investasi Internasional (PII) Indonesia mencatat penurunan kewajiban neto. Berdasarkan laporan terbaru Bank Indonesia (BI), kewajiban neto Indonesia turun menjadi 245,3 miliar dolar AS, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 270,4 miliar dolar AS.

        Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menyebut, penurunan ini dipengaruhi oleh meningkatnya posisi Aset Finansial Luar Negeri (AFLN) serta turunnya posisi Kewajiban Finansial Luar Negeri (KFLN).

        Posisi AFLN Indonesia mengalami kenaikan yang signifikan, terutama berkat peningkatan cadangan devisa. Pada akhir triwulan IV 2024, AFLN tercatat sebesar 522,8 miliar dolar AS, naik 0,6% dibandingkan triwulan III yang sebesar 519,7 miliar dolar AS.

        Baca Juga: Hadapi Efek Trump, Strategi Investasi Ini Dinilai Bisa Optimalkan Cuan

        Kenaikan ini didorong oleh meningkatnya penempatan aset dalam bentuk cadangan devisa, investasi langsung, serta investasi portofolio. Namun, penguatan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang global dan pelemahan indeks harga saham dunia sedikit menahan peningkatan lebih lanjut.

        Di sisi lain, posisi KFLN Indonesia mengalami penurunan meskipun aliran modal asing dalam bentuk investasi langsung dan investasi lainnya masih solid. Pada akhir triwulan IV 2024, KFLN tercatat sebesar 768,1 miliar dolar AS, turun 2,8% dari triwulan sebelumnya yang mencapai 790,0 miliar dolar AS.

        Penurunan ini disebabkan oleh transaksi investasi portofolio yang mencatat aliran modal keluar akibat tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global. Meski begitu, investasi langsung dan investasi lainnya tetap menunjukkan aliran modal masuk, mencerminkan optimisme investor terhadap prospek ekonomi Indonesia.

        Selain itu, penguatan dolar AS serta penurunan harga saham domestik juga turut mempengaruhi nilai instrumen keuangan dalam negeri.

        Baca Juga: Gegara Trump, Ekonomi Amerika Serikat Diprediksi Hanya Tumbuh 1,5% di 2025

        Secara tahunan, PII Indonesia juga mencatat penurunan kewajiban neto dibandingkan tahun sebelumnya. Pada akhir 2023, kewajiban neto tercatat sebesar 257,9 miliar dolar AS, sedangkan pada akhir 2024 turun menjadi 245,3 miliar dolar AS.

        Penurunan ini dipicu oleh peningkatan AFLN sebesar 37,5 miliar dolar AS (7,7% yoy), yang lebih besar dibandingkan peningkatan KFLN sebesar 24,9 miliar dolar AS (3,4% yoy). Kenaikan AFLN didorong oleh pertumbuhan pada semua komponennya, termasuk investasi langsung, investasi portofolio, investasi lainnya, serta cadangan devisa.

        Sementara itu, peningkatan KFLN dipengaruhi oleh aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi langsung, investasi portofolio, dan investasi lainnya.

        Bank Indonesia menilai bahwa perkembangan PII Indonesia pada triwulan IV 2024 dan secara keseluruhan tahun 2024 tetap terkendali, mendukung ketahanan eksternal. 

        Baca Juga: Sandiaga Uno: SI IKLAS Jadi Awal Kebangkitan Ekonomi Indonesia

        "Hal ini tecermin dari perbaikan rasio net kewajiban PII Indonesia terhadap PDB dari 18,8% pada tahun 2023 menjadi 17,6% pada tahun 2024. Selain itu, struktur kewajiban PII Indonesia juga didominasi oleh instrumen berjangka panjang (92,3%) terutama dalam bentuk investasi langsung," kata Ramdan. 

        Ke depan, lanjut Ramdan, Bank Indonesia akan senantiasa mencermati dinamika perekonomian global yang dapat memengaruhi prospek PII Indonesia dan terus memperkuat respons bauran kebijakan yang didukung sinergi kebijakan yang erat dengan pemerintah dan otoritas terkait guna memperkuat ketahanan sektor eksternal.

        "Selain itu, Bank Indonesia akan terus memantau potensi risiko terkait perkembangan kewajiban neto PII terhadap perekonomian Indonesia," pungkasnya. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Belinda Safitri
        Editor: Belinda Safitri

        Bagikan Artikel: