Kredit Foto: Bittime
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tengah memfinalisasi kebijakan perpajakan baru untuk aset kripto dan logam mulia (bullion) yang akan diberlakukan mulai 2026. Langkah ini menjadi bagian dari strategi pemerintah memperluas basis pajak atas aktivitas ekonomi digital dan investasi alternatif.
"Kami sedang merencanakan dan memfinalisasi beberapa kebijakan yang terkait dengan pengenaan pajak transaksi atas aset kripto dan penunjukan lembaga jasa keuangan untuk bullion," ujar Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, dalam rapat bersama Komisi XI DPR, Kamis (17/7/2025).
Selain itu, DJP juga memperkuat sistem digitalisasi transaksi luar negeri melalui integrasi dengan platform global guna meningkatkan kepatuhan dan pengawasan.
Baca Juga: OJK Bebaskan Pungutan Industri Aset Digital dan Kripto di 2025
Sejak kripto ditetapkan sebagai objek pajak melalui PMK No. 68/PMK.03/2022 pada 1 Mei 2022, sektor ini mencatatkan kontribusi sebesar Rp1,2 triliun hingga 31 Maret 2025. Total penerimaan dari ekonomi digital tercatat Rp34,91 triliun pada periode yang sama.
Meski demikian, DJP menghadapi sejumlah tantangan, termasuk rendahnya literasi pajak pelaku kripto serta kompleksitas pelacakan transaksi yang bersifat anonim. Untuk itu, pemerintah akan mengedepankan edukasi dan penyederhanaan pelaporan perpajakan.
CEO Tokocrypto, Calvin Kizana, menyambut baik kebijakan ini dan berharap regulasi baru menciptakan sistem perpajakan yang lebih tertata dan adil. Ia juga mengusulkan agar aset kripto dikategorikan sebagai produk keuangan di bawah pengawasan OJK, bukan komoditas.
Baca Juga: OJK Tengah Rancang Unit Dana Kripto, ETF Kripto Versi Lokal
"Jika kripto diperlakukan sebagai produk keuangan, maka seharusnya tidak dikenakan PPN, sebagaimana produk keuangan lainnya," kata Calvin. Saat ini, kripto dikenai PPN sebesar 0,11% dan PPh final 0,1% berdasarkan PMK No. 68 dan PMK No. 81 Tahun 2024.
Calvin menilai, dibanding negara lain seperti AS yang menerapkan PPh hingga 37% atas capital gain kripto, Indonesia masih berada di taraf moderat. Ia juga menyoroti kebijakan Thailand yang membebaskan pajak penghasilan atas transaksi kripto domestik hingga 2029.
Pelaku industri berharap pemerintah dapat menyusun regulasi yang proporsional agar sektor aset digital dapat tumbuh berkelanjutan dan berkontribusi lebih besar terhadap penerimaan negara.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ida Umy Rasyidah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: