Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        INDEF Nilai Kesepakatan RI-AS Berisiko Tingkatkan Ketergantungan

        INDEF Nilai Kesepakatan RI-AS Berisiko Tingkatkan Ketergantungan Kredit Foto: Antara/Sulthony Hasanuddin
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Amerika Serikat memangkas tarif impor terhadap produk Indonesia dari 32% menjadi 19% usai serangkaian negosiasi antara April hingga Juli 2025. Kesepakatan ini dicapai sebagai bagian dari strategi dagang bilateral, namun dipertanyakan dampaknya terhadap ekonomi nasional.

        Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan INDEF, M. Rizal Taufikurahman, menyebut pemangkasan tarif tersebut berbanding dengan komitmen pembelian produk Amerika Serikat oleh Indonesia senilai USD 25 miliar.

        "Indonesia berkomitmen membeli 50 unit pesawat Boeing senilai US$10 miliar, serta mengimpor LNG dan energi terbarukan dari perusahaan AS sebesar US$15 miliar," ujarnya dalam diskusi publik INDEF di Jakarta, Senin (21/7/2025).

        Baca Juga: Tarif Lebih Rendah Tak Selamatkan Ekspor RI, INDEF: Waspadai Banjir Impor dari AS

        Menurut Rizal, kesepakatan tersebut bersifat transaksional dan bukan bentuk preferensi tarif jangka panjang. Ia menilai kebijakan ini justru meningkatkan kerentanan ekonomi domestik terhadap guncangan eksternal dan membentuk ketergantungan baru.

        Simulasi Global Trade Analysis Project (GTAP) 2025 yang dilakukan INDEF memperkirakan ekonomi Indonesia terkontraksi sebesar -0,113%. Ekspor turun -0,251%, investasi domestik menyusut -0,061%, dan daya beli rumah tangga melemah -0,091%.

        Baca Juga: Tarif 0% untuk Produk AS di Indonesia, Pakar Ingatkan Risiko dan Dampaknya

        Sektor padat karya seperti manufaktur ringan, tekstil, dan kelapa sawit menjadi yang paling terdampak. Penurunan tabungan domestik sebesar -0,026% turut menekan serapan tenaga kerja hingga -0,064%, sementara terms of trade Indonesia juga menurun -0,070%.

        Rizal merekomendasikan insentif fiskal bagi sektor ekspor, pengalihan proyek infrastruktur ke sektor padat karya, serta penguatan program bantuan sosial dan nilai tukar. Untuk jangka panjang, ia mendorong diversifikasi pasar ekspor lewat FTA baru, hilirisasi produk, pelatihan vokasi, serta pembiayaan alternatif seperti green bond dan sukuk.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Uswah Hasanah
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: