Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Selisih antara suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) dan tingkat bunga penjaminan (TBP) yang ditetapkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) kembali menjadi perhatian pasar. LPS menegaskan perbedaan tersebut bukanlah indikasi ketidaksinkronan, melainkan bentuk dukungan terhadap kebijakan moneter bank sentral.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa menepis anggapan bahwa kebijakan LPS berseberangan dengan BI. Menurutnya, lembaga penjamin simpanan justru mengikuti arah kebijakan bank sentral dalam menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga: LPS Turunkan Bunga Penjaminan ke 3,75%, Usai BI Pangkas BI Rate
“Bukan saling mengunci, malah saling mendukung. Kalau BI menurunkan BI-Rate, terus LPS naikin, baru kita berantem. Tapi kalau BI menurunkan, kami juga menurunkan. Kami mendukung sinyal bank sentral untuk mendorong perekonomian yang katanya di beberapa tempat agak lesu. Jadi, justru kami mendukung, bukan saling mengunci,” ujar Purbaya di kantor LPS, Jakarta, Selasa (26/8/2025).
Perbedaan mencolok antara BI-Rate dan TBP sempat muncul setelah LPS memutuskan memangkas tingkat bunga penjaminan rupiah sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,00% untuk bank umum dan 6,50% untuk BPR pada periode 1 Juni–30 September 2025.
Pada saat yang sama, BI masih mempertahankan suku bunga acuan di level 5,25%, sehingga tercipta selisih sekitar 125 bps untuk simpanan rupiah di bank umum.
Baca Juga: Simpanan Rp2 Miliar per Nasabah Dijamin LPS 659 Juta Rekening
Namun, setelah BI kembali memangkas BI-Rate sebesar 25 bps ke posisi 5,00% pada Agustus 2025, LPS segera merespons dengan penyesuaian serupa. TBP untuk simpanan rupiah di bank umum diturunkan menjadi 3,75%, sedangkan untuk BPR menjadi 6,25%. Untuk simpanan valuta asing di bank umum, LPS menetapkan TBP tetap di level 2,25% tanpa perubahan.
Langkah tersebut, menurut LPS, sejalan dengan mandat menjaga stabilitas sistem perbankan sekaligus mendukung transmisi kebijakan moneter. Dengan demikian, selisih antara suku bunga BI dan TBP LPS dianggap tidak menimbulkan risiko, melainkan mencerminkan koordinasi kebijakan guna mendorong pemulihan ekonomi nasional.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cita Auliana
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: