Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kasus Ojol Affan dan Umar jadi Alarm Nasional, PERDOKJASI Desak Negara Hadir Lindungi Pekerja Platform

        Kasus Ojol Affan dan Umar jadi Alarm Nasional, PERDOKJASI Desak Negara Hadir Lindungi Pekerja Platform Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Skandal pemerasan sertifikasi K3 yang melibatkan mantan Wamenaker Noel Ebenezer membongkar praktik korupsi di level kebijakan. Belum usai, tragedi yang lebih kelam terjadi di lapangan. Affan Kurniawan, seorang driver ojol berusia 21 tahun, meninggal setelah tertabrak kendaraan Brimob. Sementara itu, rekannya, Umar Amarudin, terbaring lemah di RS Pelni akibat dipukuli aparat ketika berdemo.

        “Atas nama keluarga besar PERDOKJASI, kami menyampaikan duka cita mendalam untuk almarhum Affan dan mendoakan agar keluarga diberi kekuatan. Kami juga mendoakan Saudara Umar segera pulih, mendapat perawatan terbaik, tanpa terbebani biaya,” ujar Wawan Mulyawan, Ketua PP PERDOKJASI, dalam keterangan persnya.

        Realitasnya, sebutan “mitra” yang diberikan kepada pekerja platform digital hanyalah ilusi. Lebih dari 2 juta pengemudi ojol di Indonesia bekerja full-time, bergantung pada aplikasi, tunduk pada algoritma, dan rentan terhadap keputusan sepihak. Namun, hanya sekitar 300 ribu yang terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Artinya, sebagian besar bekerja tanpa jaminan sosial.

        “Pemerintah tidak boleh terus membiarkan pekerja platform hanya disebut ‘mitra’. Mereka adalah pekerja. Dengan status pekerja, maka perusahaan platform wajib mendaftarkan mereka ke BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan serta membayarkan iurannya,” tegas Wawan.

        Baca Juga: Stasiun Karet Ditutup, Ribuan Pekerja Pulang Malam Terdampak

        Kasus Affan dan Umar jadi Cermin Nyata Kesenjangan Perlindungan

        Affan Kurniawan tercatat sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Keluarganya mendapat santunan sebesar Rp70 juta, mencakup santunan meninggal, santunan berkala, dan biaya pemakaman. Namun, seandainya perusahaan menanggung iuran secara penuh, manfaat yang diterima tentu lebih komprehensif dan berkelanjutan, bukan hanya kompensasi satu kali.

        Menurut pernyataan resmi Gojek, almarhum Affan sedang dalam status on-bid, yang berarti sedang mengantar pesanan melalui aplikasi. Hal ini semakin membuktikan bahwa pekerja platform digital sebenarnya bekerja di bawah sistem perusahaan, bukan sekadar “mitra” independen.

        Umar Amarudin tidak memiliki Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Biaya perawatan intensifnya di RS Pelni sepenuhnya menjadi tanggungan keluarganya. Padahal, kejadian yang menimpanya berpotensi dikategorikan sebagai Kecelakaan Kerja (JKK-PAK) yang seharusnya dijamin apabila statusnya sebagai pekerja diakui secara hukum.

        “Perbandingan ini menampar nurani kita. Satu keluarga terbantu karena terlindungi, satu keluarga lainnya menanggung biaya sendiri karena status hukum yang ambigu. Perlindungan sosial bukan hadiah atau belas kasihan, melainkan hak dasar setiap pekerja. Jika pemerintah tidak segera bertindak, kita sedang mempertaruhkan nyawa jutaan pengemudi lain,” kata Wawan.

        Baca Juga: Perlindungan Terhadap Anak Masih Sangat Rapuh

        Tuntutan PERDOKJASI

        PERDOKJASI mendesak pemerintah dan DPR untuk:

        1. Segera mengubah klasifikasi ‘mitra’ menjadi ‘pekerja’ dalam hukum ketenagakerjaan.
        2. Mewajibkan perusahaan platform digital membayar iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan bagi seluruh pengemudi.
        3. Memastikan setiap kecelakaan saat bekerja, termasuk di ruang publik, tercatat sebagai kecelakaan kerja yang ditanggung jaminan sosial.
        4. Menindak tegas korporasi platform yang lalai menjalankan kewajiban jamsos, sebagaimana negara menindak kasus korupsi sertifikasi K3.

        PERDOKJASI mencatat bahwa pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan telah menyatakan sedang menyiapkan aturan jaminan sosial dan kecelakaan kerja untuk pengemudi online. Mereka mendesak agar aturan tersebut tidak hanya sekadar wacana, melainkan diwujudkan dalam regulasi tegas yang mengakui status pekerja dan mewajibkan platform membayar iuran.

        PERDOKJASI menegaskan, tragedi Affan dan Umar harus menjadi alarm nasional. Jangan menunggu korban berikutnya.

        1. Untuk negara: hadirkan regulasi yang berpihak pada rakyat pekerja, bukan pada korporasi besar.
        2. Untuk masyarakat: mari bersuara, karena keadilan sosial tidak boleh berhenti di layar aplikasi.
        3. Untuk perusahaan platform: berhentilah bersembunyi di balik istilah “mitra”. Tanggunglah kewajiban Anda, karena pekerja adalah denyut kehidupan bisnis Anda.

        “Negara wajib hadir, memaksa korporasi platform menunaikan kewajiban jaminan sosial. Jika tidak, setiap order yang kita pesan bisa jadi berujung pada tragedi baru,” tutup Wawan Mulyawan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Amry Nur Hidayat

        Bagikan Artikel: