Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kinerja PTBA Merosot, Investor Jangka Panjang Diminta Waspada

        Kinerja PTBA Merosot, Investor Jangka Panjang Diminta Waspada Kredit Foto: PT Bukit Asam Tbk
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menghadapi tekanan serius setelah mencatatkan penurunan laba bersih lebih dari 59 persen pada semester I/2025. Kondisi tersebut diiringi dengan, melonjaknya beban produksi, ekuitas tergerus, dan liabilitas membengkak.

        Dimana, berdasarkan data laporan keuangan pada Semester I/2025 menunjukkan beban pokok pendapatan PTBA melonjak 11,5 persen menjadi sekitar Rp 8,9 triliun dari sebelumnya Rp 7,9 triliun, sehingga margin laba kotor anjlok ke sekitar 11 persen. 

        Junior Equity Analyst Pilarmas Investindo Sekuritas, Arinda Izzaty, mengatakan bahwa kondisi tersebut menandakan persoalan struktural yang lebih dalam dari sekadar fluktuasi harga batubara.

        “Tekanan ini sebagian siklius (harga batubara global turun), tapi juga ada faktor struktural biaya operasional PTBA relatif lebih tinggi dibanding peers,” ujar Arinda saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Rabu (3/9/2025).

        Baca Juga: PTBA Siapkan Strategi Batu Bara Pasca-Fosil: Bukan Sekadar Jual

        Selain itu, laporan keuangan juga menunjukan bahwa struktur modal perusahaan memburuk yang terlihat dari naiknya liabilitas sebesar 19,6% menjadi Rp22,9 triliun dan ekuitas anjlok 12,9 persen atau sebesar Rp 19,8 triliun.

        Arinda mengatakan, anjloknya laba bersih PTBA hingga 59% atau hanya sebesar Rp 833 miliar dari Rp 2,03 triliun dan tren tersebut jika terus berlanjut maka akan berdampak pada kesehatan keuangan perusahaan dalam kurun waktu 3 tahun kedepan.

        “Kalau tren penurunan laba berlanjut, kesehatan keuangan PTBA bisa tergerus dalam dua hingga tiga tahun,” ujarnya.

        Kerentanan juga terlihat pada aspek likuiditas, dimana current ratio hanya 1,01 kali dan quick ratio 0,74 kali, atau nyaris di ambang batas aman. 

        Baca Juga: Pemerintah Bakal Perpendek RKAB Minerba Jadi Tahunan, Begini Tanggapan PTBA dan Vale

        “Kalau harga batubara turun lebih dalam atau ada kebutuhan investasi mendesak, PTBA bisa kesulitan menjaga arus kas jangka pendek,” tambahnya.

        Masalah lain muncul dari portofolio anak usaha. Sejumlah entitas seperti PT Bukit Asam Metana Ombilin, PT Bukit Asam Metana Enim, dan PT Bukit Asam Banko belum beroperasi, sementara PT Batubara Bukit Kendi justru dihentikan. Kondisi ini menimbulkan beban biaya tetap dan depresiasi tanpa menghasilkan pendapatan.

        Diversifikasi ke sektor non-inti, seperti rumah sakit, properti, dan perdagangan, juga belum memberi kontribusi berarti. Sebaliknya, langkah itu dianggap memperlemah fokus bisnis dibanding kompetitor seperti ADRO dan ITMG yang lebih terkonsentrasi pada tambang inti dan hilirisasi.

        Dengan ROE hanya 8,4 persen dan ROA 3,9 persen, kinerja PTBA jauh tertinggal dibanding rata-rata emiten batubara lain. 

        Baca Juga: PTBA Tetap Cuan! Dividen Rp332,44 per Saham Siap Dibagikan

        “Bagi investor jangka panjang , return PTBA kalah attraktif dibandingkan peers. Hanya cocok  bagi investor yang kejar dividen (kalau masih dijaga tinggi)," jelas Arinda.

        Sebagaimana diketahui, PTBA mencatatkan pendapatan sebesar Rp 20,45 triliun sepanjang semester I/2025. Dimana, produksi batu bara PTBA pada Januari-Juni 2025 mencapai 21,73 juta ton, tumbuh 16 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 18,76 juta ton. 

        Corporate Secretary PTBA Niko Chandra mengungkapkan tekanan juga didapat perusahaan dari sisi naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) yang secara rata-rata mencapai Rp14.666 per liter dibandingkan rerata periode yang sama tahun 2024 Rp13.682 per liter.

        "Peningkatan konsumsi BBM juga sejalan dengan bertambahnya volume produksi dan jarak angkut batu bara," ucap Niko lewat keterangan tertulis yang diterima, Jumat (1/8/2025).

        Baca Juga: PTBA Bicara Soal Pungutan Ekspor: Kami Ikut, tapi Minta Realistis

        Kondisi pasar batu bara global yang lesu menjadi tantangan utama. Indeks ICI-3 turun 14 persen secara tahunan, dari USD 75,89 menjadi USD 65,15 per ton, sementara indeks Newcastle anjlok 22 persen menjadi USD 102,51 per ton.

        PTBA mencatat rata-rata harga jual sebesar Rp930 ribu per ton, turun 4 persen dibandingkan periode sama tahun lalu. Sementara itu, kenaikan harga BBM yang mencapai Rp14.666 per liter, turut menekan biaya operasional, seiring dengan peningkatan produksi dan jarak angkut.

        “Ke depan, Perseroan akan terus mendorong efisiensi biaya, meningkatkan kinerja aset, serta memperluas portofolio usaha yang berkelanjutan,” ungkapnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Djati Waluyo
        Editor: Djati Waluyo

        Bagikan Artikel: