Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Guru Besar Unair Ingatkan Risiko Penambahan Impor BBM

        Guru Besar Unair Ingatkan Risiko Penambahan Impor BBM Kredit Foto: Antara/M Risyal Hidayat
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Guru Besar Ekonomi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Profesor Imron Mawardi, menegaskan penambahan kuota impor bahan bakar minyak (BBM) bukan solusi mengatasi kelangkaan pasokan di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta. Menurutnya, penambahan impor justru berisiko menguras devisa negara dan menekan nilai tukar rupiah.

        “Tidak bagus untuk perekonomian kita. Karena menguras devisa, akan mengganggu nilai tukar rupiah,” kata Imron kepada media, Rabu (17/9).

        Imron menjelaskan, kebutuhan BBM nasional saat ini mencapai sekitar 1,6 juta barel per hari. Produksi minyak dalam negeri hanya mampu memenuhi sekitar 600 ribu barel per hari, sehingga sisanya 900 ribu barel per hari harus dipenuhi dari impor. Dengan kondisi itu, penambahan impor di luar kuota yang sudah ada dianggap tidak relevan.

        Baca Juga: RI Bakal Impor 1,4 Juta KL BBM dari AS untuk Penuhi Kebutuhan SPBU

        Ia mengingatkan, SPBU swasta sebenarnya sudah mendapat izin impor sebesar 110 persen dari kuota tahun lalu. “Sebenarnya begini, SPBU swasta dapat izin untuk impor, karena impor mereka kan berdasarkan kepada proyeksi tahun sebelumnya. Jadi biasanya begitu permintaannya,” ujarnya.

        Imron menekankan pentingnya perencanaan yang akurat agar tidak terjadi kelangkaan BBM di SPBU swasta. “Ke depan supaya tidak ada kelangkaan di SPBU swasta seperti ini, harus membuat proyeksi yang lebih tepat. Jangan sampai terjadi lagi seperti sekarang,” katanya.

        Menurutnya, setiap wilayah sudah memiliki peta kebutuhan energi sehingga perhitungan kuota seharusnya tidak berubah drastis. Ia menambahkan bahwa narasi soal monopoli Pertamina sudah tidak relevan.

        “Begitulah persaingan bisnis karena memang dibebaskan baik di hulu maupun di hilirnya, tidak lagi dimonopoli Pertamina seperti dahulu,” jelasnya.

        Imron juga menyinggung dampak penjualan BBM Pertamina ke SPBU swasta. Menurut dia, skema itu justru bisa menggerus keuntungan BUMN energi tersebut.

        “Konsekuensinya kan begitu. Jadi ini akan mengurangi pendapatan Pertamina, tetapi neraca perdagangannya tidak berubah, karena hanya berbeda penjualnya saja,” ucapnya.

        Baca Juga: SPBU Swasta Langka BBM, Sekjen HIPMI Anggawira Usulkan Lembaga Independen Ikut Penyusunan Kuota Impor BBM

        Meski begitu, ia menilai persaingan di sektor hilir akan mendorong peningkatan layanan bagi konsumen. “Dengan begitu konsumen yang akan diuntungkan. Karena konsumen bisa mendapat pelayanan yang lebih baik karena adanya kompetisi tersebut,” tambahnya.

        Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan pemerintah tidak akan membuka tambahan impor BBM non-subsidi untuk SPBU swasta. Menurut Bahlil, pemerintah sudah memberikan kuota impor 110 persen dibandingkan tahun 2024.

        “Saya kan udah ngomong beberapa kali menyangkut SPBU swasta. Yang pertama, SPBU swasta itu sudah diberikan kuota impor 110 persen dibandingkan dengan 2024. Ini biar clear ya, kita sudah memberikan kuota impor 110 persen,” ujar Bahlil dalam tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (16/9).

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Annisa Nurfitri
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: