Kredit Foto: Istimewa
Pemerintah memastikan akan mengimpor 1,4 juta kiloliter (KL) bahan bakar minyak (BBM) dari Amerika Serikat guna memenuhi kebutuhan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) swasta dan Pertamina
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengatakan angka 1,4 juta KL merupakan kebutuhan kumulatif dari seluruh badan usaha penyedia SPBU di Indonesia.
“Kumulatif (1,4 juta kl), keseluruhan Pertamina dan badan usaha,” kata Yuliot di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (12/9/2025).
Baca Juga: Standar BBM Jadi Kendala, BP AKR Belum Putuskan Beli dari Pertamina
Menurut Yuliot, impor BBM akan dilakukan melalui satu pintu oleh PT Pertamina (Persero). SPBU swasta nantinya membeli BBM impor tersebut melalui Pertamina.
“Ini kan per badan usaha. Jadi untuk per badan usaha kita juga harus detailkan karena nanti proses impornya akan dilakukan satu pintu,” ujarnya.
Ia menambahkan, kebijakan impor BBM dari AS juga menjadi bagian dari komitmen kerja sama neraca perdagangan kedua negara.
“Impor ini dalam rangka pemenuhan komitmen trade balance kita dengan Amerika Serikat. Jadi ya ini kita jaga juga, karena bukan hanya keinginan pemerintah, tapi ada komitmen kita juga dengan pihak lain,” ucap Yuliot.
Baca Juga: AKRA Optimalkan Distribusi BBM dan Kawasan Industri JIIPE, Target Investasi Rp238 Triliun
Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Laode Sulaeman menegaskan pihaknya telah meminta data kebutuhan BBM dari SPBU swasta untuk mengatasi kelangkaan pasokan. Data tersebut akan dijadikan acuan sebelum keputusan impor diambil.
“Kita tugaskan Pertamina satu pintu. Kita minta datanya, begitu dapat data, kita kasih tahu Pertamina. Kata Pertamina ‘oh ternyata perlu tambahan nih, pak, kami harus impor tambahan’, jadi kami tunggu data ini,” jelas Laode.
Laode memastikan pemerintah tidak membuka keran impor baru bagi SPBU swasta. Seluruh kebutuhan akan dipenuhi dari kilang dan stok Pertamina, dan jika tidak cukup maka impor dilakukan secara terpusat melalui Pertamina.
“Ke kami dulu datanya, ke Ditjen Migas dulu. Jadi, di kami diolah dulu, baru ke Pertamina,” katanya.
Terkait harga, Laode menegaskan pemerintah tidak akan ikut campur. Mekanisme penentuan harga diserahkan sepenuhnya kepada badan usaha terkait.
“Business-to-Business aja, kita tidak bicara lebih mahal atau lebih murah. Business-to-business kan harus ada keuntungan dari masing-masing badan usaha yang beroperasi,” pungkas.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Djati Waluyo
Tag Terkait:
Advertisement