Kredit Foto: Rahmat Dwi Kurniawan
Pemerintah Indonesia bakal menggeser target peak emission atau batas emisi puncak dari tahun 2030 menjadi 2035. Direktur Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menegaskan langkah ini telah dibahas lintas kementerian dan akan dilaporkan ke dunia internasional melalui United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).
"Bicara penurunan emisi, ini sedikit mau enggak mau update NDC kita bergeser, peak emissionnya 2035. Jadi tahun lalu saya bicara 2030 nih kita peak emission," ucapnya di Jakarta, Selasa (23/9/2025).
Sebagaimana diketahui, dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) merupakan komitmen Indonesia dalam meratifikasi Perjanjian Paris 2015 yang berisi rencana pengurangan emisi gas rumah kaca dan strategi adaptasi terhadap perubahan iklim.
Baca Juga: Jelang COP30, Indonesia Siap Luncurkan NDC 3.0 sebagai Senjata Diplomasi Iklim
Indonesia pun sebetulnya telah meningkatkan ambisi NDC menjadi enhanced NDC (eNDC) dengan target reduksi emisi sebesar 31,89% pada 2030.
Menurut Eniya, perubahan target ini sudah dikoordinasikan dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan akan segera dilaporkan kepada UNFCCC. "Jadi sudah ada update sedikit nanti dilaporkan oleh LH. Itu nanti di UNFCCC mengeluarkan updating status untuk peak emission di 2035.," tambahnya.
Di sisi lain, perkembangan bauran energi baru terbarukan (EBT) masih relatif lambat. Hingga semester I 2025, bauran EBT baru mencapai 16 persen. Tambahan kapasitas terpasang hanya 876,5 megawatt, sehingga total kapasitas pembangkit EBT mencapai 15.201 megawatt atau lebih dari 15 gigawatt.
"Kalau kabinet ini tidak agresif menurunkan emisi, ini just tinggal gambar... ini saya harapkan juga makin agresif di EBT," tegasnya.
Baca Juga: Transisi Energi Berkelanjutan, Pertamina NRE Kembangkan EBT dan Layanan Optimasi Aset
Sejalan dengan itu, pemerintah telah menetapkan peningkatan energi listrik sebesar 69,5 GW dengan 61% nya atau setara 42,6 GW berasal dari EBT. Komposisinya meliputi tenaga surya 17,1 GW, air 11,7 GW, angin 7,2 GW, bioenergi 0,9 GW, dan nuklir 0,5 GW. Sementara itu, energi fosil diproyeksikan hanya 24% atau 16,6 GW, terdiri dari pembangkit gas 10,3 GW dan batu bara 6,3 GW. Adapun sistem penyimpanan energi ditargetkan mencapai 15% atau sekitar 10 GW, yang terdiri dari pumped storage PLTA sebesar 6 GW dan baterai 4 GW.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Djati Waluyo