Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jelang COP30, Indonesia Siap Luncurkan NDC 3.0 sebagai Senjata Diplomasi Iklim

Jelang COP30, Indonesia Siap Luncurkan NDC 3.0 sebagai Senjata Diplomasi Iklim Kredit Foto: Jababeka
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah Indonesia menegaskan kepemimpinannya dalam diplomasi iklim global melalui peluncuran Second Nationally Determined Contribution (SNDC) versi 3.0 yang dijadwalkan menjelang Konferensi Perubahan Iklim COP30 di Belém, Brasil, pada November 2025.

Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, mengatakan SNDC 3.0 yang menggunakan tahun referensi 2019 sebesar 1.147.453.000 ton CO₂e tahun 2030, menetapkan target pengurangan emisi GRK tahun 2030 sebesar 440.267.000 ton CO₂e, dan sebesar 525.410 ton CO₂e pada tahun 2035.

"Penyusunan dokumen dilakukan secara inklusif dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan serta terintegrasi dalam agenda pembangunan nasional,” ujar Hanif dalam keterangan tertulis yang diterima, Selasa (29/7/2025).

Baca Juga: 5 Fakta Emisi Batubara yang Jadi Sorotan KLH, Polusinya Lebih Mematikan

Hanif menekankan pentingnya dukungan berkelanjutan dari UNFCCC dalam implementasi kebijakan, penguatan kapasitas, dan pengembangan pasar karbon, termasuk pemanfaatan Pasal 6 Perjanjian Paris. Dukungan tersebut dinilai penting untuk mempercepat transisi menuju ekonomi hijau, memperluas akses pembiayaan iklim, dan membuka lapangan kerja berkelanjutan.

Dia menegaskan komitmen iklim Indonesia harus tetap realistis, dengan mempertimbangkan posisi sebagai negara berkembang. Menurutnya, transisi menuju ekonomi hijau membutuhkan tahapan bertahap, sumber daya besar, dan sinergi lintas sektor.

"KLH/BPLH saat ini memperkuat koordinasi antarkementerian dan lembaga untuk memastikan bahwa NDC 3.0 tetap ambisius, sekaligus menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan perlindungan lingkungan," ujarnya.

Baca Juga: Bongkar Tambang Raja Ampat, Ini Berbagai Pelanggaran Lingkungan yang Terjadi Versi KLH

Sektor energi dan kehutanan dua penyumbang emisi terbesar juga ditargetkan untuk meningkatkan kontribusi penurunan emisi. Strategi yang ditempuh antara lain percepatan penghentian PLTU batubara, pencegahan kebakaran hutan dan lahan, serta penguatan target sektor Forestry and Other Land Use (FOLU).

Hanif menyampaikan bahwa NDC 3.0 akan menjadi dasar transisi menuju periode pelaksanaan 2031–2035 dan mencerminkan arah pembangunan jangka menengah Indonesia. KLH/BPLH juga tengah mempersiapkan skenario penurunan emisi pasca-2030 dalam peta jalan menuju net-zero emission 2060 atau lebih cepat.

Pengakhiran penggunaan batu bara secara bertahap akan dilakukan bersamaan dengan hilirisasi industri dan mobilisasi pembiayaan besar. Oleh sebab itu, Menteri Hanif mengusulkan agar UNFCCC memfasilitasi forum regional untuk memperkuat dialog antarnegara serta memberikan arahan teknis terkait penguatan pasar karbon sukarela sebagai bagian dari percepatan pasar karbon nasional.

Baca Juga: Tak Miliki Izin dan Cemari Lingkungan, Pabrik Baja Ini Disanksi KLH

Executive Secretary UNFCCC, Simon Stiell, mengatakan perlunya peningkatan ambisi iklim Indonesia, mengingat ketergantungan terhadap bahan bakar fosil yang masih mendominasi 75% bauran energi nasional. Ia menyatakan bahwa transisi ke energi bersih tidak hanya penting secara ekologis, tetapi juga menyimpan potensi ekonomi besar.

"investasi global di sektor energi bersih mencapai USD 2 triliun pada tahun lalu. Bila dimanfaatkan optimal, Indonesia berpotensi memperoleh pengembalian hingga USD 600 miliar, menciptakan 14 juta lapangan kerja hijau, dan memperkuat daya saing ekonomi nasional," ujar Simon.

Ia juga menyebut bahwa NDC 3.0 merupakan sinyal kuat bahwa Indonesia siap memimpin transisi energi global, sejalan dengan target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8% per tahun. Simon menekankan bahwa integritas lingkungan dan manfaat finansial harus berjalan beriringan.

Baca Juga: KLH Temukan Pelanggaran Lingkungan Serius di Kawasan IMIP Morowali

“Negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki kekayaan alam tinggi layak mendapatkan dukungan dalam membangun sistem pasar karbon yang kredibel dan transparan. Peran G20 sangat krusial dalam memastikan distribusi beban ambisi iklim yang adil dan proporsional,” ujarnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Djati Waluyo

Advertisement

Bagikan Artikel: