Kredit Foto: PTPN Regional 2
Manajemen PTPN I Regional 2 selaku pengelola kawasan perkebunan teh di Pangalengan, Kabupaten Bandung, melaporkan adanya kerusakan tanaman teh di area Kebun Malabar Unit Kertamanah pada Rabu dan Kamis (1–2/10/25).
Manajer Kebun Malabar, Heru Supriyadi, menyatakan bahwa peristiwa tersebut telah dilaporkan kepada Kepolisian Sektor Pangalengan untuk ditindaklanjuti secara hukum.
Kerusakan ditemukan di Blok Tambak Sumur dan Blok Bojong Waru, Afdeling Cinyiruan, dengan estimasi kerugian mencapai hampir setengah hektare areal teh yang berisi sekitar 4.000 batang tanaman.
Heru menegaskan bahwa PTPN I Regional 2 merupakan perusahaan milik negara yang mengelola aset perkebunan untuk kepentingan publik, termasuk stabilitas ekonomi dan penyediaan lapangan kerja.
"Kami sangat menyayangkan tindakan anarkis yang merusak aset negara dan mengganggu stabilitas operasional perkebunan perusahaan. Kami sudah melaporkan akis kriminal ini kepada pihak kepolisian dan akan mengambil langkah hukum tegas terhadap pelakunya," terang Heru dalam keterangan resminya pada Warta Ekonomi di Surabaya, Sabtu (4/10/2023).
Heru menambahkan bahwa perusahaan berkomitmen untuk menyelesaikan setiap permasalahan melalui jalur dialog dan sesuai dengan koridor hukum. Perusahaan membuka ruang diskusi dan siap bekerja sama mencari solusi terbaik, tanpa mengorbankan aset negara dan kelestarian lingkungan. Namun, jika upaya persuasif tidak diindahkan, langkah hukum akan tetap dilanjutkan.
Sementara itu, Ketua Umum Serikat Pekerja Perkebunan (SPBUN) PTPN I Regional 2, Adi Sukmawadi, memberikan penjelasan mengenai status hukum lahan. Ia menegaskan bahwa seluruh lahan yang dikelola PTPN I Regional 2 merupakan aset negara yang dilindungi hukum.
“Masyarakat perlu memahami bahwa jika ada tanah Hak Guna Usaha (HGU) yang habis masa berlakunya, tidak serta-merta dapat diduduki atau dikuasai oleh pihak mana pun tanpa prosedur yang sah,” ujar Adi.
Ia menjelaskan, proses perpanjangan atau pembaharuan HGU memiliki mekanisme hukum yang harus ditaati. Apabila masa HGU berakhir, status tanah kembali ke negara, dan redistribusi hanya dapat dilakukan melalui kebijakan dan program resmi pemerintah.
Lebih lanjut, Adi menyatakan bahwa tindakan merusak atau menjarah aset perusahaan, termasuk tanaman teh, merupakan tindakan pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
“Mereka yang terbukti merusak aset perkebunan bisa dijatuhi hukuman pidana, kata Adi juga menjabat Ketum SPBUN ini.
Dikatakan pula bahwa seluruh lahan yang dikelola PTPN I Regional 2 merupakan aset negara yang dilindungi hukum. Dia menolak keras segala bentuk okupansi, intimidasi, maupun penjarahan di area perkebunan karena dianggap merugikan negara. Sekaligus mengancam keberlangsungan ribuan pekerja yang menggantungkan hidupnya dari sektor perkebunan.
Menurutnya, setiap persoalan yang timbul seharusnya diselesaikan melalui mekanisme dialog dan jalur hukum yang sah, bukan dengan tindakan sepihak yang berpotensi menimbulkan konflik sosial.
Baca Juga: Kelapa Kopyor : Potensi Hasil Perkebunan Lokal di Kabupaten Pati, Jawa Tengah
“Mewakili manajemen, kami mengajak masyarakat, khususnya petani, untuk menempuh jalur dialog dan musyawarah dalam menyampaikan aspirasi, bukan dengan tindakan yang dapat merugikan semua pihak. Kami berkomitmen untuk terus menjalin komunikasi yang baik dengan masyarakat sekitar serta memastikan kelangsungan operasional perusahaan demi kesejahteraan bersama,” pungkas Adi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Mochamad Ali Topan
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: