Kredit Foto: Istimewa
Ketua Association Bauxite Indonesia (ABI), Ronald Sulistyanto, menyoroti ironi kebijakan hilirisasi bauksit yang justru menekan para penambang kecil di dalam negeri. Ia menyebut, meskipun tujuan hilirisasi adalah meningkatkan nilai tambah dan menciptakan kemandirian industri alumina, kenyataannya kebijakan tersebut justru belum berpihak pada penambang.
“Refinery dibangun untuk menampung hasil produksi bauksit. Tapi bagaimana mungkin penambang memproduksi kalau tidak bisa menjual? Karena ekspor dilarang, sementara refinery masih terbatas,” ujar Ronald dalam sesi diskusi Minerba Convex 2025 di JICC, Jakarta, Kamis (16/10/2025).
Baca Juga: Antam Terkendala Jual Bauksit dan Feronikel Akibat Kepmen ESDM 268/2025
Ronald menjelaskan, sejak larangan ekspor mineral mentah diberlakukan pada 2014, hanya empat refinery bauksit yang berhasil dibangun hingga 2025. Sementara jumlah penambang mencapai sekitar 70 perusahaan dengan sekitar 30 pemegang RKAB aktif. Akibat ketimpangan tersebut, pasokan bauksit menjadi berlebih dan harga di tingkat penambang tertekan.
“Kalau HPM-nya 40, mereka (refinery) beli cuma 28. Tapi penambang tetap harus bayar royalti sesuai HPM. Kasihan penambangnya,” ungkapnya.
Ia menilai, tanpa perbaikan mekanisme harga dan kepastian kebijakan, hilirisasi bauksit justru bisa berbalik arah.
Baca Juga: Lagi! Komisaris Amman Mineral Lanjut Lepas Saham AMMN Senilai Rp310,5 Miliar
“Kalau penambang mati semua, siapa yang akan memasok bahan baku? Jangan sampai kita malah impor bauksit dari luar negeri,” tegas Ronald.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Djati Waluyo
Tag Terkait: