Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        PPKE FEB Universitas Brawijaya Nilai Regulasi Pemerintah Soal Rokok Berat Sebelah

        PPKE FEB Universitas Brawijaya Nilai Regulasi Pemerintah Soal Rokok Berat Sebelah Kredit Foto: Antara/Irfan Anshori
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya dalam hasil kajiannya terkait rokok elektrik menilai pemerintah perlu menetapkan regulasi yang lebih seimbang dalam aspek harga, promosi, dan area penggunaan. Adanya ketidakseimbangan regulasi pada produk ini justru menciptakan insentif konsumsi yang lebih tinggi dibandingkan rokok tembakau konvensional, sehingga mendorong pergeseran perilaku konsumen.

        “Regulasi yang seimbang akan membuat produk elektrik tidak lagi dipersepsikan lebih aman atau lebih menarik dibandingkan produk tembakau legal,” kata ketua PPKE FEB UB, Prof Candra Fajri Ananda dalam paparan hasil kajian bertajuk ‘Dinamika Regulasi dan Masa Depan Industri Hasil Tembakau di Indonesia’, yang dikutip di Jakarta, Rabu (22/10/2025).

        Hasil kajian juga merekomendasikan, pengaturan promosi rokok elektrik di media sosial dan platform daring menjadi hal mendesak, mengingat segmen utama yang disasar adalah kelompok usia muda. Pembatasan akses pembelian online juga perlu ditegakkan agar penjualan produk tidak terkontrol. Selain itu, peningkatan tarif cukai terhadap rokok elektrik harus diiringi dengan pembatasan area penggunaan, sama halnya dengan regulasi rokok tembakau.

        Baca Juga: Cukai Rokok Disetop Naik Tahun Depan, Industri Usulkan Penundaan Kenaikan Selama Tiga Tahun.

        “Kebijakan ini akan membantu mencegah persepsi keliru di masyarakat bahwa rokok elektrik adalah produk bebas risiko, sekaligus menekan prevalensi penggunaannya di kalangan generasi muda,” tegas Prof. Candra.

        Prof. Candra menjelaskan, kebijakan kenaikan cukai yang tinggi terbukti mendorong terjadinya pergeseran konsumsi ke rokok elektrik yang relatif lebih murah, memiliki area penggunaan yang lebih bebas dan diterima masyarakat, serta mudah diakses dalam pembeliannya sehingga tidak efektif dalam menurunkan prevalensi merokok di Indonesia.

        “Dengan demikian, ketidakseimbangan regulasi antara kretek dan elektrik, ditambah dukungan sosial terhadap produk elektrik, menjadi faktor penting yang menggeser konsumsi dari rokok konvensional ke elektrik,” ujar Prof. Candra.

        Pada titik inilah, PPKE FEB UB merekomendasikan 3 hal urgen terkait kebijakan rokok elektrik. Pertama, pemerintah perlu menetapkan regulasi yang seimbang terkait harga, promosi, dan area penggunaan rokok elektrik agar tidak menciptakan insentif konsumsi lebih tinggi terhadap produk ini dibandingkan tembakau konvensional, sehingga mendorong pergeseran perilaku konsumen. 

        “Regulasi yang seimbang akan membuat produk elektrik tidak lagi dipersepsikan lebih aman atau lebih menarik dibandingkan produk tembakau legal,” kata Prof. Candra.

        Baca Juga: Kenapa Rokok Ilegal Marak di Indonesia? Begini Kata Pengamat

        Kedua, pemerintah perlu mengatur promosi rokok elektrik di media sosial dan platform daring yang menyasar kelompok usia muda, serta membatasi akses pembelian online yang tidak terkontrol. Pembatasan akses pembelian online juga perlu ditegakkan agar penjualan produk tidak terkontrol.

        “Ketiga, pemerintah perlu meningkatkan tarif cukai rokok elektrik dan membatasi area penggunaannya seperti halnya rokok tembakau untuk mencegah persepsi bahwa produk ini bebas risiko, sekaligus menekan prevalensi penggunaannya di kalangan generasi muda,” tukas Prof. Candra.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajar Sulaiman
        Editor: Fajar Sulaiman

        Bagikan Artikel: