Dinilai Tidak Efektif, Plain Packaging Rokok Tidak Relevan untuk Tekan Perokok Pemula
Kredit Foto: Antara/Muhammad Bagus Khoirunas
Usulan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk mengimplementasikan kebijakan penyeragaman kemasan rokok (plain packaging) sebagai upaya meredam angka perokok pemula menuai keberatan dari berbagai pihak. Para penentang berargumen bahwa kebijakan ini gagal mengatasi inti permasalahan dan justru dapat memicu peningkatan peredaran rokok ilegal. Hal ini berpotensi terjadi karena rokok ilegal memiliki harga yang jauh lebih terjangkau dan mudah diperoleh oleh remaja.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI), Agus Parmuji, menyatakan bahwa ia telah mengikuti rapat koordinasi yang diselenggarakan Kemenkes untuk mendiskusikan draf Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Dalam pertemuan tersebut, Kemenkes menyampaikan alasan bahwa plain packaging merupakan langkah yang esensial untuk menurunkan tingkat prevalensi perokok pemula.
Agus menilai bahwa penyeragaman kemasan bukanlah solusi yang tepat. Menurutnya, akar masalah terletak pada ketersediaan rokok illegal yang semakin marak, bukan pada tampilan kemasan.
“Yang pertama, bagaimana Kemenkes, Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), saling berkoordinasi dan berkomunikasi dalam membuat aturan. Jangan lari ke gambar dulu,” paparnya.
Baca Juga: Plain Packaging Dinilai Berisiko Tinggi, Ancam Merek Dagang dan Pendapatan Non-Pajak
Agus juga menyoroti potensi pelanggaran terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Ia menjelaskan bahwa produk rokok legal telah memiliki pengakuan resmi dari Kementerian Hukum dan HAM, termasuk logo dan hak cipta.
“Kalau ini disahkan, maka yang akan terjadi, dalam pemikiran kami, rokok-rokok yang legal itu dipaksa perang untuk bertempur dengan rokok ilegal,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa penyeragaman kemasan akan membuat produk legal dan ilegal terlihat serupa, sehingga menyulitkan konsumen dalam membedakan keduanya. Kondisi ini dinilai dapat menciptakan ketimpangan regulasi dan secara tidak langsung melegitimasi produk ilegal.
Agus juga mengkritisi proses perumusan regulasi yang dinilai tidak inklusif. Menurutnya, petani tembakau dan pemangku kepentingan lainnya sering kali hanya dilibatkan di tahap akhir, tanpa ruang untuk memberikan masukan yang substansial.
Baca Juga: Tolak Keras Ide Plain Packaging Produk Tembakau, Asosiasi Vape Nilai Kebijakan Itu Bermasalah
“Setiap perancangan kebijakan yang berkaitan dengan pengendalian tembakau, tidak melibatkan semua komponen. Mereka hanya membuat sesuai kepentingan kesehatan saja,” ungkapnya.
Ia menyebut pola ini telah terjadi dalam perumusan UU Kesehatan, PP Nomor 28 Tahun 2024, dan berbagai regulasi lainnya. Agus khawatir kebijakan plain packaging akan disahkan di “tikungan terakhir” tanpa uji publik yang memadai.
“Ini yang bikin khawatir, jadi tidak mengakomodir sebuah visi ataupun nafas negara ini bahwa semua aturan itu harus melibatkan semua komponen karena negara kita dibuat dibangun itu Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan Negara Kesehatan Republik Indonesia,” tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: