Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        NICL Tancap Gas, Laba Bersih Melonjak 131% di Kuartal III

        NICL Tancap Gas, Laba Bersih Melonjak 131% di Kuartal III Kredit Foto: NICL
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        PT PAM Mineral Tbk (NICL), emiten sektor pertambangan yang dikendalikan secara tidak langsung oleh Christopher Sumasto Tjia, berhasil mempertahankan momentum pertumbuhan kinerja pada kuartal III 2025. Perseroan mencatat lonjakan laba bersih sebesar 131,28% secara tahunan (year on year/YoY) menjadi Rp401,66 miliar dari Rp173,66 miliar pada periode sama tahun sebelumnya.

        Lonjakan laba bersih tersebut ditopang oleh peningkatan volume penjualan nikel dan efisiensi biaya operasional. Penjualan NICL tumbuh 64,82% menjadi Rp1,35 triliun dari Rp821 miliar pada kuartal III 2024, didorong kenaikan volume penjualan nikel hingga 88,76%, dari 1,27 juta metrik ton menjadi 2,40 juta metrik ton.

        Peningkatan penjualan turut mengerek laba kotor perusahaan menjadi Rp600,92 miliar, melonjak 104,53% dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp293,80 miliar. Marjin laba kotor juga menguat signifikan dari 35,77% menjadi 44,39%, mencerminkan efisiensi dan produktivitas yang meningkat. Sementara laba usaha naik 123,71% menjadi Rp504,88 miliar dari sebelumnya Rp225,68 miliar.

        Baca Juga: BRPT Milik Prajogo Pangestu Catat Lonjakan Laba 2.882% hingga Kuartal III 2025

        Direktur Utama NICL, Ruddy Tjanaka, menjelaskan bahwa pencapaian tersebut menjadi bukti kemampuan perusahaan beradaptasi terhadap fluktuasi pasar global.

        “Sejak akhir tahun 2024, harga acuan nikel domestik turun 5,20% mengikuti tren global dan euforia industri baterai kendaraan listrik yang fluktuatif. Namun, kami sudah menyiapkan langkah antisipatif sejak awal tahun, tercermin dari kinerja keuangan yang tetap bertumbuh pada kuartal III 2025,” ujar Ruddy.

        Meski demikian, jumlah aset NICL tercatat sedikit turun menjadi Rp971,88 miliar atau berkurang 7,45% dibandingkan tahun lalu yang mencapai Rp1,05 triliun. Penurunan juga terjadi pada liabilitas, dari Rp171,92 miliar menjadi Rp138,60 miliar, seiring pembayaran utang. Perseroan pun menegaskan tidak memiliki utang bank jangka panjang, sementara ekuitas turun tipis menjadi Rp833,27 miliar dari Rp878,18 miliar.

        Hingga kuartal III 2025, kapasitas produksi NICL telah mencapai 92,48% dari Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahun berjalan. Perseroan telah mengajukan pembaruan RKAB ke Kementerian ESDM untuk menambah kapasitas produksi guna memenuhi kebutuhan pasar hingga akhir tahun.

        “Meski kinerja kami positif, realisasi belum sepenuhnya mencapai ekspektasi karena RKAB baru masih dalam proses pengajuan. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi kami tahun ini,” jelas Ruddy.

        Baca Juga: Arsari Tambang Akuisisi Tambang di Kanada Senilai Rp7 Triliun

        NICL memperkirakan harga nikel masih berfluktuasi pada kuartal IV 2025 akibat kebijakan tarif perdagangan Amerika Serikat dan kondisi kelebihan pasokan global. Namun, perusahaan melihat peluang strategis bagi industri nikel domestik di tengah ketegangan geopolitik antara China dan negara Barat. Indonesia, menurut Ruddy, dapat memanfaatkan momentum tersebut untuk memperkuat posisi sebagai pemasok logam kritis non-China.

        Dalam jangka menengah, NICL juga bersiap menghadapi perubahan regulasi terkait RKAB yang kini berlaku tahunan. Penyesuaian itu menuntut perusahaan memperbarui dokumen feasibility study (FS) dan AMDAL agar tetap sesuai ketentuan terbaru. NICL menegaskan komitmennya menjaga tata kelola perusahaan dan standar keberlanjutan (Environmental, Social, and Governance/ESG) dalam setiap kegiatan operasional.

        Perseroan menargetkan produksi gabungan hingga akhir 2025 mencapai 2,6 juta ton bijih nikel melalui program pengeboran lanjutan dan kerja sama strategis dengan sejumlah smelter dan trader di Sulawesi, Pulau Obi, dan Halmahera. Upaya itu diharapkan memperkuat rantai pasok dan menjaga stabilitas penjualan di tengah fluktuasi harga global.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Annisa Nurfitri
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: