Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Perubahan Aturan MSCI dan FCA Pengaruhi Arah Pasar Saham

        Perubahan Aturan MSCI dan FCA Pengaruhi Arah Pasar Saham Kredit Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Revisi aturan Morgan Stanley Capital International (MSCI) dan penerapan Full Call Auction (FCA) menjadi dua tantangan baru yang dihadapi emiten serta otoritas pasar modal Indonesia. Kedua kebijakan tersebut dinilai berpotensi memengaruhi stabilitas harga saham domestik jika tidak diantisipasi dengan langkah kebijakan yang tepat.

        Praktisi pasar modal, Hans Kwee, menjelaskan bahwa revisi aturan MSCI berkaitan dengan evaluasi terhadap free floatdan struktur kepemilikan publik emiten di Indonesia. Langkah ini dilakukan untuk memastikan likuiditas saham-saham yang masuk dalam perhitungan indeks global tersebut.

        “MSCI mau revisi aturan. Kalau hitungan free float-nya diturunkan, bobot saham Indonesia bisa ikut turun. Dampaknya, harga saham kita bisa langsung terkoreksi,” ujar Hans kepada wartawan di Jakarta, Kamis (6/11/2025).

        Baca Juga: Tak Terima MSCI Turunkan Bobot Saham RI, BEI Desak MSCI Tinjau Ulang Penilaian Pasar Indonesia

        Ia menjelaskan, perubahan kebijakan ini dipicu oleh kekhawatiran pengelola indeks terhadap keakuratan data kepemilikan publik di pasar modal Indonesia. “Ada pihak yang menyampaikan ke pengendali indeks bahwa pemilik di bawah lima persen itu sebenarnya bukan publik. Jadi MSCI mulai hati-hati,” jelasnya.

        Menurut Hans, otoritas pasar modal perlu segera memberikan klarifikasi kepada MSCI untuk memastikan data free floatyang digunakan selama ini telah sesuai dan transparan. “Otoritas kita harus bisa yakinkan mereka bahwa ini free float-nya benar, jangan sampai aturan direvisi sepihak,” tegasnya.

        Selain revisi MSCI, kebijakan Full Call Auction yang diterapkan Bursa Efek Indonesia (BEI) juga menjadi perhatian. FCA merupakan mekanisme perdagangan yang dirancang untuk menekan volatilitas saham dan menjadi tahapan transisi sebelum suatu saham berpotensi delisting.
        “FCA itu jembatan. Kalau langsung delisting, investor bisa marah. Jadi saham bermasalah dimasukkan ke FCA dulu. Kalau kinerja membaik, bisa kembali ke papan reguler. Kalau tidak, baru delisting,” paparnya.

        Namun, Hans menilai sejumlah kriteria dalam penerapan FCA perlu ditinjau kembali agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi emiten yang masih memiliki potensi pemulihan. “Ada 11 kriteria di FCA. Bursa harus meninjau mana yang efektif dan mana yang tidak. Tidak semua yang masuk ke FCA itu buruk,” ujarnya.

        Baca Juga: Revisi MSCI Bisa Pangkas Bobot Emiten RI, Investor Asing Berpotensi Tarik Dana!

        Menurutnya, BEI telah menunjukkan keterbukaan untuk mengevaluasi mekanisme tersebut. “Bursa buka diri. Tadinya semua yang bermasalah dikumpulkan dulu, sekarang hasilnya mulai dievaluasi,” tambahnya.

        Hans menilai, tantangan bagi emiten saat ini adalah menjaga stabilitas harga saham sekaligus memenuhi kriteria agar dapat masuk ke indeks MSCI tanpa terkena ketentuan FCA. Ia juga menekankan pentingnya menjaga fundamental bisnis dan tata kelola perusahaan untuk mempertahankan minat investor global.
        “Sekarang passive fund berkembang pesat. Jadi saham yang masuk MSCI jadi penting sekali karena aliran dananya besar. Kalau keluar, arus dana juga bisa berbalik arah,” katanya.

        Menurut Hans, dinamika ini menjadi momentum bagi otoritas untuk memperkuat kredibilitas regulasi pasar modal nasional di mata global. Transparansi dan kebijakan yang proporsional dinilai penting untuk menjaga kepercayaan investor di tengah perubahan regulasi internasional.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Uswah Hasanah
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: