Gelar iLearn Seminar, Indonesia Re Dukung Digitalisasi dan Perlindungan Data di Sektor Asuransi Nasional
Kredit Foto: Istimewa
Pada era digitalisasi dan pertukaran data yang masif dalam sektor keuangan, perlindungan data pribadi merupakan fondasi kunci untuk memelihara kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi.
Data nasabah tidak hanya mencerminkan informasi keuangan, tetapi juga merupakan bentuk kepercayaan yang diserahkan kepada lembaga pengelola risiko. Oleh karena itu, penguatan tata kelola data serta penerapan prinsip Perlindungan Data Pribadi (PDP) merupakan hal yang wajib bagi semua pelaku industri.
Sebagai perusahaan reasuransi nasional dengan peran penting dalam menjaga stabilitas dan keberlanjutan industri asuransi Indonesia, PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) (“Indonesia Re”) bertekad mendukung peningkatan tata kelola data dan keamanan informasi di seluruh rantai nilai asuransi.
Komitmen ini diwujudkan melalui penyelenggaraan iLearn Seminar bertajuk “Reinforcing Insurance Governance through Data Management and PDP Alignment,” yang berfungsi sebagai forum diskusi multi-stakeholder guna memperkuat integritas tata kelola industri asuransi nasional.
Acara tersebut diselenggarakan di kawasan Jakarta Pusat dan dihadiri oleh sejumlah pembuat kebijakan, di antaranya Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika, Nezar Patria; Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono; Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Rachmat Wibowo; Wakil Komisioner Komisi Informasi Pusat, Arya Sandhiyudha; serta Kepala Departemen Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan OJK, Bernard Wijaya.
Kegiatan ini merupakan bentuk tindak lanjut atas arahan kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang tercantum dalam Surat No. S-2/D.05/2025, yang menekankan dua aspek utama: penyediaan data pertanggungan yang terperinci dan penguatan infrastruktur teknologi informasi guna mendukung pelaporan yang transparan dan akuntabel.
Direktur Utama Indonesia Re, Benny Waworuntu, menekankan bahwa di tengah percepatan transformasi digital, kualitas tata kelola data yang andal menjadi landasan penting bagi keberlanjutan industri asuransi.
“Keamanan dan integritas data bukan hanya kewajiban hukum, melainkan inti dari kepercayaan publik. Industri perasuransian harus memastikan bahwa setiap sistem dan proses yang dibangun tidak hanya efisien, tetapi juga etis dan aman. Melalui iLearn Seminar, kami ingin memperkuat kesadaran kolektif akan pentingnya tata kelola data yang sesuai prinsip privacy by design dan sejalan dengan regulasi Pelindungan Data Pribadi,” ujar Benny.
Penguatan tata kelola data selaras dengan implementasi IFRS 17/PSAK 117 Kontrak Asuransi, yang menuntut penyediaan data pertanggungan yang lebih detail dan akurat untuk mendukung transparansi serta analisis risiko yang lebih komprehensif.
“Kami percaya, keberlanjutan industri perasuransian ditentukan oleh kekuatan tata kelola dan kepercayaan. Dengan tata kelola data yang baik, perlindungan privasi yang ketat, dan kolaborasi lintas sektor, kita dapat membangun industri yang tangguh, adaptif, dan berdaya saing global,” tegas Benny.
Kepala Departemen Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan OJK, Bernard Wijaya, turut menegaskan bahwa transformasi digital merupakan salah satu pilar utama dalam roadmap OJK untuk penguatan industri asuransi dan reasuransi.
“Dalam industri perasuransian, OJK telah menetapkan transformasi digital sebagai salah satu pilar utama penguatan industri di dalam roadmap asuransi dan reasuransi. Teknologi mempercepat proses, tetapi governance yang menjaga integritas. Inovasi digital harus mendorong inklusi keuangan dengan tetap menjamin transparansi dan keadilan bagi nasabah,” jelas Bernard.
Baca Juga: BEI dan OJK Kompak Bantah Adanya Proses Resmi IPO Superbank
Di sisi lain, dengan diberlakukannya Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (PDP), industri perasuransian tidak hanya dituntut untuk mematuhi kewajiban regulasi, tetapi juga membangun sistem dan budaya pelindungan data yang menyeluruh. Hal ini mencakup keamanan pertukaran data, kontrol akses, enkripsi, serta pengelolaan risiko kebocoran informasi.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, dalam kesempatan tersebut menyoroti bahwa tantangan utama industri saat ini bukan hanya soal teknologi, tetapi juga soal membangun kepercayaan publik di tengah transformasi digital yang cepat.
“Di era digital, tantangan terbesar dalam membangun kepercayaan publik adalah bagaimana memastikan transparansi antar pelaku industri dan ketersediaan sumber daya manusia yang kompeten, khususnya data protection officer yang jumlahnya masih terbatas.” ujar Dave.
Hal ini diamini oleh Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Rachmat Wibowo yang menegaskan bahwa peningkatan ancaman siber di Indonesia kini menuntut kewaspadaan kolektif lintas sektor, termasuk sektor asuransi dan reasuransi yang mengelola data sensitif dalam volume besar.
“Peningkatan kejahatan di era ini banyak dipicu oleh munculnya taktik-taktik penipuan baru berbasis AI yang semakin sulit dibedakan dengan komunikasi asli,” ujar Rachmat.
Ia menambahkan bahwa penerapan sistem keamanan siber yang adaptif, kolaboratif, dan terukur menjadi kunci dalam menjaga keberlanjutan industri keuangan digital.
Nezar Patria, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, menekankan bahwa semakin banyaknya data sensitif yang dikumpulkan oleh industri perasuransian. Oleh Karena itu, pelindungan data tidak lagi cukup ditempatkan sebagai kewajiban kepatuhan (compliance), tetapi harus ditransformasikan menjadi budaya perusahaan. Kesadaran akan pentingnya keamanan data, menurut Nezar, harus tumbuh dari hulu ke hilir dalam setiap lini organisasi.
“Pelindungan data yang melekat sebagai budaya perusahaan akan meningkatkan kepercayaan nasabah dan regulator. Dari kepercayaan itulah industri perasuransian membangun keunggulan kompetitifnya,” tegas Nezar.
Acara ini juga diisi dengan sesi panel discussion yang membahas berbagai perspektif strategis mengenai penguatan tata kelola data dan keamanan informasi di industri perasuransian nasional. Sesi panel diskusi pertama satu membahas tentang “Transformasi Industri Perasuransian melalui Penguatan Fondasi Data dan Infrastruktur Teknologi.”
Dalam lanskap industri perasuransian global, integrasi lintas sistem menjadi kunci bagi efisiensi, transparansi, dan ketepatan analisis risiko. Sedangkan sesi panel diskusi kedua mengangkat tema Pelindungan Data sebagai Budaya Industri. Kedua panel diskusi tersebut menekankan bahwa keamanan dan tata kelola data harus menjadi bagian dari budaya korporasi di setiap lini dari direksi hingga staf operasional,
Melalui penyelenggaraan iLearn Seminar, Indonesia Re tidak hanya berupaya memperluas pemahaman mengenai tata kelola data dan pelindungan data pribadi di industri perasuransian, tetapi juga meneguhkan perannya sebagai katalis transformasi pengetahuan di sektor keuangan nasional.
Forum ini diharapkan menjadi ruang kolaboratif bagi regulator, pelaku industri, akademisi, serta praktisi teknologi untuk membahas praktik terbaik (best practices) dalam manajemen data, tata kelola risiko, serta penerapan prinsip Pelindungan Data Pribadi (PDP) secara menyeluruh di ekosistem perasuransian.
Ke depan, Indonesia Re melalui Indonesia Re Institute akan terus memperluas cakupan iLearn Program dengan menghadirkan rangkaian kegiatan edukatif dan forum berbagi pengetahuan (knowledge sharing) yang berfokus pada peningkatan kapasitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi digital, dan penguatan aspek keberlanjutan di industri keuangan.
Program ini menjadi wujud nyata dari komitmen Indonesia Re untuk membangun knowledge-based reinsurance company, di mana literasi, keahlian, dan tata kelola menjadi satu kesatuan strategis dalam memperkuat daya saing korporasi maupun industri.
Selain memperkuat ekosistem pembelajaran dan inovasi, Indonesia Re juga berkomitmen untuk mengintegrasikan hasil diskusi dari iLearn Seminar ke dalam kebijakan internal perusahaan, khususnya dalam pengembangan sistem manajemen data, tata kelola teknologi informasi, dan keamanan siber.
Langkah ini sejalan dengan visi Indonesia Re untuk menjadi perusahaan reasuransi nasional yang berdaya saing global, adaptif terhadap perkembangan teknologi, dan berkontribusi aktif terhadap stabilitas serta keberlanjutan industri asuransi Indonesia.
Dalam kesempatan yang sama, Indonesia Re juga menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Seleris, platform berbasis Artificial Intelligence (AI) karya anak bangsa yang berfokus pada employee wellness management. Platform ini memungkinkan dilakukannya otomatisasi pemantauan kesehatan, memberikan wawasan perawatan preventif secara real-time, dan membantu mengoptimalkan program kesehatan sekaligus mengurangi biaya medis hingga 20%.
Kolaborasi ini bertujuan mendukung pemantauan kesehatan karyawan secara preventif dan efisien, serta membantu optimalisasi manajemen premi dan klaim kesehatan bagi klien asuransi.
“Teknologi Seleris selaku perusahaan start-up ini membantu kami memetakan risiko kesehatan dan klaim secara lebih personal, efisien, dan cepat,” ungkap Delil Khairat, Direktur Teknik dan Operasi Indonesia Re.
Arya Sandhiyudha, Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) Republik Indonesia, memaparkan bahwa “transparency as a governance principle” tidak hanya meningkatkan akuntabilitas industri, tetapi juga memperkuat fungsi pengawasan regulator dan hubungan kepercayaan antara pelaku industri dan publik.
“Namun, keterbukaan tersebut harus berjalan seiring dengan responsibility under UU PDP, yang menegaskan kewajiban perusahaan asuransi dan reasuransi untuk melindungi hak privasi individu melalui kebijakan data minimization, access control, dan pemrosesan data yang proporsional serta tidak berlebihan,” ujar Arya.
Baca Juga: Investor Muda Mendominasi, OJK Tekankan Pentingnya Mengenal Risiko
Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan Direktur Manajemen Risiko, Kepatuhan, SDM dan Corporate Secretary Indonesia Re, Robbi Yanuar Walid, yang menegaskan pentingnya keseimbangan antara pengelolaan data, tata kelola, dan kompetensi sumber daya manusia.
“Sebagai perusahaan reasuransi sekaligus badan publik, kami mengelola data dengan sensitivitas tinggi. Karenanya, setiap insan Indonesia Re harus memahami pentingnya menjaga kredensial dan kualitas data. Indonesia Re memiliki Data Privacy Office dan pedoman pengelolaan risiko yang terukur melalui Key Risk Indicators (KRI) untuk memastikan pengawasan berkelanjutan.”
Key Risk Indicators juga menjadi alat untuk mengukur risiko di luar kemampuan perusahaan. “Jika kemampuan perusahaan sudah mencapai batas tertentu dan tidak dapat lagi menampungnya, maka kita harus mengambil keputusan untuk memitigasinya,” ujar Robbi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: