Kredit Foto: Istimewa
Skema pendanaan transportasi publik di Bali mengalami perubahan signifikan setelah berakhirnya dukungan APBN untuk operasional Trans Metro Dewata.
Sejak 2025, layanan angkutan massal tersebut sepenuhnya ditopang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) melalui pembiayaan bersama antara Pemerintah Provinsi Bali dan pemerintah kabupaten/kota.
Sebelumnya, Trans Metro Dewata merupakan bagian dari program Buy The Service (BTS) Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan. Seluruh biaya operasional ditanggung APBN sejak layanan mulai berjalan pada 2020.
Namun, kontrak BTS tahap pertama berakhir pada 2024, dan tidak ada lagi alokasi anggaran pusat untuk 2025. Kondisi ini sempat membuat operasional terhenti pada awal tahun.
Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno, menegaskan persoalan utama layanan ini berasal dari ketergantungan pembiayaan pusat.
Baca Juga: Ketergantungan Motor Ancam Ekonomi Bali?
“Ini adalah tantangan paling krusial yang sempat menyebabkan Trans Metro Dewata mengalami penghentian operasional sementara,” ujarnya.
Tanpa APBN, pemerintah daerah harus memastikan ketersediaan anggaran untuk menjaga keberlanjutan layanan.
Kemudian, Bali menyepakati mekanisme pendanaan bersama melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Komposisinya, 30% ditanggung Pemerintah Provinsi Bali dan 70% oleh pemerintah kabupaten/kota.
Djoko menyebut komitmen daerah menjadi faktor penentu keberlanjutan angkutan umum. “Ada isu mengenai keseriusan dan kemauan pemerintah daerah untuk mengambil alih sebagian atau seluruh subsidi operasional menggunakan APBD,” katanya.
Seiring perubahan pendanaan, tantangan operasional juga perlu diantisipasi, khususnya terkait biaya. Tarif sebesar Rp4.400 dinilai belum cukup menutup biaya operasi kendaraan sehingga subsidi tetap diperlukan.
Baca Juga: Dorong Pertumbuhan Ekonomi, Ini Sejumlah Diskon Transportasi pada Nataru
Selain itu, Bali masih menghadapi tekanan dari tingginya penggunaan kendaraan pribadi dan persaingan dengan transportasi sewa yang lebih fleksibel bagi wisatawan.
Pemprov dan pemerintah kabupaten/kota kini menanggung subsidi operasional yang mencapai Rp56,34 miliar pada 2025.
Beban ini diproyeksikan meningkat seiring kebutuhan penambahan armada agar headway dapat diperpendek menjadi 10–15 menit demi meningkatkan minat masyarakat beralih dari kendaraan pribadi.
Skema APBD ini menjadi fase baru bagi transportasi massal di Bali, menandai pergeseran pembiayaan dari pusat ke daerah untuk memastikan layanan tetap berjalan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Azka Elfriza
Editor: Belinda Safitri
Tag Terkait: