Mendikdasmen Dorong Kebijakan Pendidikan ke Depan Berorientasi pada Relevansi Kebutuhan
Kredit Foto: Ist
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, mendorong kebijakan pendidikan ke depan tidak lagi berorientasi pada pemenuhan sarana semata.
Menurutnya kebijakan tersebut harus berorientasi pada relevansi pendidikan dengan kebutuhan masa depan.
Baca Juga: Inovasi Layanan Teknis Jadi Elemen Fundamental dalam Penguatan Industri RI
Ini disampaikannya saat membuka Rapat Koordinasi (Rakor) Kebijakan dan Program Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus (PKPLK) Tahun 2026 di Jakarta, Senin malam (8/9/2025).
“Tantangan kita bukan hanya membangun gedung atau menyalurkan alat, tetapi memastikan bagaimana semua itu menggerakkan peningkatan mutu pendidikan,” tegasnya, dikutip dari siaran pers Kemendikdasmen, Kamis (11/12).
Menteri Mu’ti juga menegaskan pentingnya tata kelola pendidikan yang bersih dan akuntabel. Ia mengingatkan adanya praktik oknum yang mengatasnamakan kementerian dalam penyaluran bantuan dengan imbalan tertentu.
Ia menegaskan bahwa integritas merupakan fondasi pembangunan pendidikan yang berkelanjutan. “Dana pendidikan adalah amanah publik dan tidak boleh diselewengkan,” ujar Mu’ti.
Selain itu, ia menyoroti perlunya penyelarasan data pendidikan yang akurat, karena kegagalan data akan menyebabkan kebijakan salah sasaran. Pembenahan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) dan sistem perencanaan berbasis bukti dipandang sebagai syarat mutlak bagi pengambilan kebijakan yang tepat dan efektif.
Menteri Mu’ti juga mengingatkan bahwa tantangan pemerataan pendidikan masih cukup besar. Kondisi geografis, faktor ekonomi, budaya menikah dini, dan fenomena anak putus sekolah masih menjadi hambatan serius.
Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah daerah untuk menjadi lebih adaptif melalui model pembelajaran fleksibel, pendidikan jarak jauh, serta kemitraan lintas sektor.
Menurutnya, orientasi pendidikan ke depan harus lebih holistik. Ia menyebut bahwa pendidikan bukan hanya menyiapkan anak masuk dunia kerja, melainkan mendorong peserta didik untuk mampu menciptakan lapangan kerja dan menjawab kebutuhan masa depan.
Transformasi Kebijakan Mulai Berbuah: Dampak Mulai Terlihat
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi PKPLK, Tatang Muttaqin, dalam laporannya menyampaikan bahwa Rakor tahun ini didesain sebagai forum kerja intensif, bukan sekadar sosialisasi. Tujuannya adalah meningkatkan sinkronisasi pemahaman, memverifikasi data, menetapkan calon revitalisasi satuan pendidikan pada 2026, serta memperkuat koordinasi pusat dan daerah.
Ia memaparkan berbagai capaian kebijakan yang mulai memperlihatkan hasil nyata. Sebanyak 2.026 satuan pendidikan direvitalisasi, menjadikan ruang belajar lebih aman, ramah anak, sehat, dan efektif bagi pembelajaran—terutama bagi peserta didik berkebutuhan khusus.
Selain itu, 17.057 lembaga menerima perangkat digital, yang berkontribusi mengurangi ketimpangan digital antardaerah dan membuka akses pembelajaran yang lebih interaktif. “Kualitas pendidikan di daerah terpencil mulai mengejar daerah maju. Ini menjadi modal penting bagi generasi yang lebih adaptif menghadapi transformasi teknologi menuju Indonesia Emas 2045,” ujar Tatang.
Pada sisi pendidikan vokasi, 1.100 SMK telah bertransformasi menjadi SMK Pusat Keunggulan (SMK PK) dengan dukungan Rp390 miliar, sementara 450 SMK menerima bantuan Teaching Factory (Tefa) senilai lebih dari Rp150 miliar. Upaya ini membuat lulusan SMK semakin relevan dengan kebutuhan industri melalui pengalaman praktik yang menyerupai standar kerja.
Di sisi lain, 13.637 orang mengikuti program Pendidikan Kecakapan Kerja (PKK) dan 9.154 orang mengikuti program Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW) yang dilayani Direktorat Kursus dan Pelatihan. “Hal ini membuktikan, Program Kursus memberikan dampak besar pada peningkatan keterampilan dan peluang ekonomi masyarakat,” tambah Dirjen Tatang.
Tatang juga menegaskan bahwa akses pendidikan inklusif bagi penyandang disabilitas mengalami kemajuan signifikan. Saat ini 62.075 satuan pendidikan melayani 203.415 peserta didik berkebutuhan khusus, dengan dukungan 493 Unit Layanan Disabilitas (ULD) bidang pendidikan di berbagai daerah. Menurutnya, ini bukan sekadar ekspansi layanan, tetapi wujud perlindungan hak belajar bagi semua anak.
Masih menurut Tatang, program Relawan Pendidikan yang berfokus untuk menjangkau anak usia sekolah tidak sekolah (ATS) juga telah menjadi gerakan sosial besar di masyarakat dan menjembatani antara komunitas lokal dengan ekosistem pendidikan. Hal ini penting dalam rangka menentukan intervensi yang tepat di masa mendatang terhadap ribuan anak-anak Indonesia yang belum bisa mengakses pendidikan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya