Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ketahanan Energi dan Peran Generasi Muda Jadi Fokus Rembuk Energi & Hilirisasi 2025

        Ketahanan Energi dan Peran Generasi Muda Jadi Fokus Rembuk Energi & Hilirisasi 2025 Kredit Foto: ESDM
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Satuan Tugas (Satgas) Hilirisasi Nasional Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral bersama Republika dan Inisiatif Daulat Energi (IDE) menyelenggarakan Rembuk Energi & Hilirisasi 2025 sebagai forum strategis untuk memperkuat pemahaman publik, terutama generasi muda, mengenai arah kebijakan energi nasional dan agenda hilirisasi sumber daya alam.

        Forum ini menegaskan bahwa ketahanan energi tidak hanya bergantung pada teknologi dan kebijakan, tetapi juga menuntut pemahaman mendalam terhadap struktur energi primer Indonesia serta kesiapan talenta muda dalam mengisi kebutuhan industri energi masa depan.

        ‎Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Laode Sulaeman, menegaskan bahwa hilirisasi adalah koreksi penting atas pola lama ketika Indonesia mengekspor bahan mentah dan membeli kembali produk bernilai tinggi dari luar negeri.

        Baca Juga: Menteri ESDM Ungkap 300+ Wilayah Kerja Migas Mangkrak Pasca-POD

        Ia menjelaskan bahwa tantangan besar saat ini adalah konsumsi minyak nasional yang mencapai 1,6 juta barel per hari, sementara produksi domestik hanya berada pada kisaran 580–600 ribu barel, sehingga Indonesia masih harus mengimpor sekitar 1 juta barel per hari.

        ‎“Ketahanan energi tergantung pada kemampuan mengurangi impor dan memperkuat suplai domestik. Untuk itu, teknologi enhanced oil recovery dan pembukaan 75 WK Migas sangat krusial agar produksi dapat terus ditingkatkan,” ujar Laode. 

        Ia juga menyoroti RUPTL 2025–2034 yang menargetkan penambahan 69,5 GW pembangkit, elektrifikasi 215 ribu rumah tangga pada 2025, serta percepatan adopsi EBT, biodiesel B40 menuju B50, dan pengembangan bioetanol.

        ‎Dari perspektif ekonomi energi, Wiko Migantoro, Senior Director of Oil, Gas & Petrochemical Danantara Asset Management, memaparkan kondisi struktur energi primer Indonesia yang masih bergantung pada impor. 

        Wiko menjelaskan konsumsi energi primer berbasis fosil mencapai 1,7 juta barel per hari, sementara kapasitas kilang nasional berada di angka 1,1 juta barel per hari sehingga Indonesia masih membutuhkan impor crude maupun produk BBM.

        Baca Juga: Pemerintah Kaji Opsi Kenaikan 10% Kuota Impor BBM Swasta 2026

        ‎Untuk LPG, konsumsi nasional mencapai 8 juta metrik ton, yang sebagian besar juga masih diimpor. Menurutnya, hilirisasi energi primer dapat menjadi solusi struktural untuk mengurangi ketergantungan impor melalui optimalisasi solar oversupply akibat program B40, pengembangan ekosistem etanol sebagai pencampur gasoline, serta pemanfaatan DMA sebagai alternatif LPG.

        ‎“Rantai nilai energi masa depan menghadirkan peluang inovasi yang besar. Hilirisasi bukan hanya soal pabrik dan kilang, tetapi ekosistem teknologi dan ekonomi hijau yang bisa diisi talenta muda kita,” ucap Wiko.

        Sementara itu, Wakil BP BUMN, Tedi Baratha menekankan bahwa hilirisasi telah menjadi pilar utama pertumbuhan ekonomi. Ia menyebut sejumlah daerah berbasis hilirisasi mencatat pertumbuhan PDRB hingga di atas 10–30 persen, menunjukkan dampak langsung industrialisasi terhadap ekonomi lokal.

        ‎Menurutnya, sektor hilirisasi tidak hanya menyerap tenaga kerja teknis tetapi juga melahirkan peluang besar di ekosistem pendukung seperti logistik, jasa, catering, dan berbagai lini usaha UMKM.

        “Ini kesempatan emas. Hilirisasi adalah sektor yang membuka banyak pintu karier dan peluang wirausaha bagi generasi muda. Kekayaan mineral kita adalah anugerah yang harus dikelola hari ini agar ekonomi tetap tumbuh ketika sumber daya ini habis,” ujar Tedi.

        Baca Juga: Lima Provinsi Bentuk Forum Penghasil Nikel, Wamen ESDM Soroti Tata Kelola dan Hilirisasi

        ‎Pemerintah juga menempatkan hilirisasi sebagai investasi jangka panjang. Dirjen Migas menegaskan bahwa sebanyak 18 dokumen pra-studi kelayakan proyek hilirisasi dengan nilai investasi Rp 618,13 triliun telah diselesaikan dan diserahkan untuk dikonsolidasikan lebih lanjut melalui Danantara guna menentukan prioritas implementasi.

        Agenda tersebut mencakup penguatan rantai pasok energi, pemrosesan mineral strategis, serta pengembangan industri berbasis EBT yang menjadi fondasi daya saing Indonesia menuju ekonomi berkelanjutan. Kebijakan ini sejalan dengan target pemerintah yang mendorong 76% tambahan kapasitas kelistrikan dari EBT, serta meningkatkan investasi dan green jobs dalam dekade mendatang.

        ‎Di tengah perkembangan tersebut, Advisor Committee Inisiatif Daulat Energi (IDE), Arief Rosyid, menyampaikan bahwa hilirisasi harus diterjemahkan dalam bahasa yang dekat dengan generasi muda agar tidak menjadi wacana teknis yang jauh dari keseharian mereka. Ia menekankan pentingnya edukasi publik yang konsisten dan meluas ke daerah-daerah.

        Baca Juga: Bauran EBT RI Baru 16,32% di 2025, Jauh dari Target Nasional

        “Anak muda harus berperan langsung dalam hilirisasi. Narasi hilirisasi harus dibumikan dalam bahasa kreativitas, teknologi, dan gaya hidup. Kegiatan seperti ini akan terus dibawa ke berbagai daerah agar generasi muda di wilayah penghasil energi dan mineral ikut menjadi bagian dari perubahan,” kata Arief.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Djati Waluyo
        Editor: Djati Waluyo

        Bagikan Artikel: