Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pemerintah Tegaskan Kawasan Hutan Adalah Aset Negara yang Wajib Gunakan PPKH dan Tidak Bisa Diperjualbelikan

        Pemerintah Tegaskan Kawasan Hutan Adalah Aset Negara yang Wajib Gunakan PPKH dan Tidak Bisa Diperjualbelikan Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pemerintah memberikan penegasan mengenai aturan aktivitas ekstraktif di kawasan hijau dengan menyatakan bahwa izin pinjam pakai kawasan hutan untuk pertambangan tidak memberikan hak milik atas lahan. Berdasarkan peraturan perundang-undangan, kawasan hutan merupakan aset negara yang bersifat nonkomersial. Oleh karena itu, segala bentuk transaksi jual beli lahan hutan, baik oleh perusahaan maupun individu, dikategorikan sebagai tindak pidana kehutanan.

        Para pelaku usaha serta masyarakat kembali diingatkan bahwa status kawasan hutan negara bersifat final sehingga tidak dapat diperjualbelikan secara pribadi. Langkah sosialisasi ini diperkuat menyusul maraknya klaim kepemilikan sepihak atas lahan di area hutan lindung dan konservasi. Hal ini dilakukan untuk menjaga integritas fungsi hutan dan mencegah terjadinya pengalihan aset negara secara ilegal.

        Dalam menanggapi fenomena klaim lahan tersebut, Guru Besar Hukum Pertambangan Universitas Hasanuddin (Unhas), Abrar Saleng, menjelaskan bahwa kedudukan hukum hutan negara sangat jelas. Ia memberikan pernyataan tegas mengenai batasan hak atas lahan tersebut.

        “Hutan itu tanah negara bukan tanah hak. Jadi kalau ada masyarakat menjual hutan, kalau itu hutan negara maka melanggar hukum,” tegas Abrar Saleng.

        Baca Juga: PN Sidoarjo Tolak Praperadilan PT HAS, Tambang Pasir di Hutan Bojonegoro Terbukti Ilegal

        Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang merevisi UU Kehutanan, tertutup celah bagi adanya sertifikat hak milik (SHM) di dalam kawasan hutan tanpa melalui prosedur pelepasan kawasan yang sah. Akbar Saleng menambahkan, pemanfaatan lahan hutan untuk kegiatan di luar sektor kehutanan wajib melalui mekanisme Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH).

        Terkait maraknya jual beli kawasan hutan oleh sekelompok masyarakat di beberapa wilayah yang berstatus PPKH, salah satunya di Karendan dan Muara Pari Barito Utara Kalimantan Tengah,Akbar Saleng menegaskan hal tersebut melanggar aturan. “Jika ada PPKH maka itu hutan negara. Sehingga, apabila ada masyarakat yang mengklaim punya sertifikat maka itu ilegal,” tegasnya.

        Karenanya, penting penegakan hukum yang baik terhadap penyalahgunaan tanah negara secara ilegal. Sebab, apabila terjadi penyalahgunaan tanah negara dapat berdampak negatif terhadap ekosistem lingkungan, ekonomi, dan sosial daerah dan nasional.

        Sementara, Kepala Desa Muara Pari Barito Utara Mukti Ali dalam keterangannya memaparkan, ada lahan IUP yang berizin resmi di wilayahnya dengan status lahan PPKH. Warga pun sudah mendapatkan tali asih dari pemegang PPKH, yang dibagi kepada Desa Karendan dan Muara Pari. Terkait klaim kepemilikan hutan milik negara, dia mengaku bukan warganya. “Pihak-pihak yang mengklaim justru dari luar wilayah alias bukan penduduk asli. Untuk tali asih warga Muara Pari sudah diserahkan,” Ali mengungkapkan.

        Menurut Ali, warga Muara Pari memiliki hak kelola atas 190 hektare lahan itu sejak lama. Namun, kini pemerintah mengeluarkan PPKH untuk dikelola pihak lain. Karena patuh terhadap aturan, warga pun mengikuti mekanisme sesuai peraturan perundang-undangan. “Memang ada yang menjual lahan itu kepada perorangan. Tetapi bukan warga Muara Pari, malah di wilayah kami juga dijual oleh sekelompok orang tersebut,” tegasnya.

        Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi, Universitas Muslim Indonesia (UMI) Fahri Bachmid dalam Simposium Nasional Masyarakat Adat Barito Utara 2025 memaparkan, negaramengakui kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

        “Namun mensyaratkan pengakuan formal melalui Perda,” katanya. Artinya, hutan adat baru diakui secara hukum apabila keberadaan masyarakat hukum adat tersebut telah ditetapkan melalui peraturan daerah (Perda). Tanpa pengakuan formal tersebut, secara yuridis tidak terdapat dasar hukum untuk menyatakan suatu kawasan sebagai hutan adat.

        Baca Juga: Pemerintah Cabut 22 Izin Konsesi Hutan Seluas 1 Juta Hektare, Total 1,5 Juta Hektare Ditertibkan

        Dalam berbagai kajian menyebutkan, hingga saat ini, Barito Utara belum memiliki penetapan resmi berupa Perda. Dengan demikian, kawasan hutan di wilayah Barito Utara tetap dikategorikan sebagai kawasan hutan negara. Sehingga, setiap klaim atas nama hutan adat harus diuji secara ketat berdasarkan kerangka hukum yang berlaku, agar tidak menimbulkan ketidakpastian hukum, konflik sosial, maupun penyalahgunaan lahan negara.

        Terkait jual beli kawasan hutan, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menegaskan, bahwa kawasan hutan di Indonesia tidak dapat diperjualbelikan karena sudah diatur secara jelas dalam perundang-undangan. “Hutan kan enggak boleh dijual belikan, hutan itu bukan komoditas yang bisa dijual belikan,” tegas Nusron kepadawartawandi Hotel Mulia, Jakarta Rabu (10/12).

        Sedangkan Wakil Ketua Komisi V DPR, Alex Indra Lukman mengungkapkan saat ini belum ada aturan yang mengizinkan individu membeli kawasan hutan. “Secara aturan, hutan tak boleh dijualbelikan,” tegasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Amry Nur Hidayat

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: