WE Online, Jakarta - Upaya pemerintah untuk banding atas putusan hakim Pengadilan Negeri Palembang, Sumatera Selatan, perlu dihargai, kata pengamat lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Ricky Avenzora.
"Patut kita hargai. Meski demikian, sebaiknya kita semua mengingatkan pemerintah untuk tidak membuang-buang energi serta terus memicu kegaduhan melalui isu lingkungan," kata Dr. Ir. Ricky Avenzora, M.Sc. kepada pers di Jakarta, Minggu (10/1/2016).
Ia mengemukakan bahwa tugas Kabinet Kerja relatif sangat banyak dan kegaduhan seperti selama ini adalah sangat kontraproduktif serta tidak akan menyelesaikan masalah sama sekali.
Menurut dia, karut-marutnya masalah kehutanan dan perkebunan, terutama menyangkut peristiwa kebakaran hutan yang akhirnya menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat ketika masalah itu dibawa ke pengadilan. Maka, langkah yang perlu dipertimbangkan pemerintah adalah memberikan amnesti lingkungan.
"Salah satu cara paling efektif untuk melakukan rekonsiliasi dan harmonisasi dalam sisa waktu 4 tahun masa Kabinet Kerja Presiden Jokowi adalah dengan mengambil kebijakan amnesti lingkungan," kata Ricky Avenzora yang juga Kepala Program Pascasarjana Jurusan Manajemen Ekowisata/Wisata Lingkungan dan Jasa Lingkungan, Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata/Wisata Lingkungan, Fakultas Kehutanan IPB.
Menurut Ricky Avenzora, memberikan amnesti lingkungan untuk semua pihak agar bisa memulai suatu kinerja yang harmonis secara bersama adalah jauh lebih efisien, efektif, dan bermatabat dari pada menggadaikan harga diri bangsa serta menghancurkan negara melalui pengharapan-pengharapan atas dana lingkungan global yang jumlahnya pasti akan sangat kecil. Selain itu, membebani bangsa pula dalam banyak hal.
Ricky menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah mengenai mekanisme dan perangkat hukum yang akan dijadikan sebagai dasar untuk menetapkan amnesti lingkungan.
Yang jelas beban pekerjaan Kabinet Kerja, kata dia, sesungguhnya adalah bukan hanya terkait dengan masalah 2.000.000 hektare areal kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2015, melainkan juga mencakup 37 juta hektare kawasan hutan yang rusak dan terbengkalai akibat kekeliruan kebijakan pada masa lalu. Negara dan juga upaya LSM, menurut Ricky, tidak akan pernah sanggup menyediakan pembiayaan yang dibutuhkan untuk merehabilitasi hutan-hutan yang rusak tersebut.
Menyinggung soal putusan hakim PN Palembang atas PT Bumi Mekar Hijau, Ricky menegaskan, "Kita harus menghormati dan menjaga kewibaaan majelis hakim serta PN Palembang.
Ia menekankan, "Perlu untuk kita bentengi dari berbagai 'serangan' fitnah serta pelecehan-pelecehan yang sedang digerakkan oleh berbagai LSM yang tidak berdasar dan penuh kebohongan serta dramatisasi." Dalam konteks terjadinya suatu peristiwa kebakaran di kawasan hutan produksi, kata Ricky, hakim PN Palembang adalah sudah benar karena areal kerja PT BMH tersebut adalah memang telah diperuntukan oleh Negara sebagai areal untuk pengusahaan HTI. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait: