Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Langkah DBS Memajukan Wirausaha Sosial

Oleh: ,

Warta Ekonomi, Jakarta -

DBS Foundation menyelenggarakan Social Enterprise (SE) Summit pertama, dengan tema Had Truths & Honest Conversations: Towards Real Impact pada 16 & 17 Juni 2016 di Singapura. Lebih dari 200 peserta yang sebagian besar merupakan pelaku wirausaha sosial terdepan, inkubator, dan para pembangun kapasitas hadir untuk mendiskusikan realitas dan tantangan saat menjalankan wirausaha sosial, termasuk bagian pendanaan, operasional dan manajemen.

Chairman DBS Foundation Euleen Goh mengatakan bahwa sebagai sektor yang masih cukup baru dan belum terlalu dimengerti oleh para pendana, wirausaha sosial menghadapi tantangan yang serupa atau bahkan lebih besar daripada bisnis tradisional pada umumnya.

"Summit perdana ini menyediakan platform yang berharga untuk diskusi yang jujur dan terbuka mengenai kesulitan yang ditemui para pelaku wirausaha sosial. Sebagai pelopor wirausaha sosial, DBS pun akan mempelajari kebutuhan dari pelaku wirausaha sosial agar kami dapat memberikan dukungan lebih baik lagi," katanya dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis (23/6/2016).

Euleen Goh mengatakan DBS Foundation telah memprakarsai sebuah studi tentang kesenjangan dalam pendanaan yang dilaksanakan oleh Eden Strategy Institute. Berdasarkan penelitian itu, imbuhnya, para penyandang dana lebih fokus pada instrumen finansial tradisional umumnya seperti pendanaan jangka panjang atau investasi ekuitas.

"Dengan demikian, pada tahap awal para pelaku wirausaha sosial cenderung mencari modal berisiko yang berdampak sosial atau pendanaan jangka pendek yang mungkin menemui berbagai tantangan. Hal ini berdampak pada perusahaan yang sudah siap untuk mendapatkan investasi," ujarnya.

Ia menyampaikan salah satu cara untuk mengisi kesenjangan tersebut adalah dengan adanya alternatif untuk solusi pendanaan para pelaku wirausaha sosial baru, tidak seperti cara tradisional pada umumnya yaitu pendanaan, pinjamaan, atau ekuitas.

"Pengetahuan mendalam tentang kebutuhan pertumbuhan pada wirausaha sosial akan membantu mengarahkan kepada instrumen hybrid seperti pengaturan grant guarantees, convertible guarantees, impact-tied soft loans, dan sponsored revenue share," paparnya.

Dengan hal tersebut, sebutnya, hasil ganda akan tercapai pada perkembangan bisnis pendanaan yang bertujuan untuk memberikan dampak sosial. Eden mengeksplorasi keempat pendekatan hibrid sebagai cara untuk membangun kerjasama yang berkesinambungan di antara para pemberi dana yang akan menemui berbagai risiko dan hasil yang berbeda-beda.

"Dengan ditentukannya opsi lain, pendanaan philanthropic capital, seperti Foundation, mampu memainkan peran yang lebih besar dalam mengurangi elemen risiko pendanaan wirausaha sosial. Menciptakan fondasi hibrid yang memenuhi kebutuhan wirausaha sosial akan menjadi hal yang inovatif," tandasnya.

Sementara itu, Head DBS Foundation Patsian Low mengatakan wirausaha sosial secara hakiki adalah organisasi dengan tujuan komersial yang memiliki misi sosial dan membutuhkan pendanaan untuk bertumbuh.

"Kami menemukan adanya kesulitan dalam mengakses permodalan dan kapabilitas dalam menyelesaikan dampak sosial hingga masalah yang terbesar," tegasnya.

Selain penyandang dana, Patsian Low memastikan inkubator sosial juga memiliki peran penting. Ia menyampaikan efektivitas para inkubator terletak pada kemampuan mereka dalam mendukung wirausaha mencapai pertumbuhan bisnis ke tingkat selanjutnya.

Sementara para inkubator ini menyediakan layanan yang sejalan dengan setup komersial diketahui bahwa dukungan pengukuran dampak adalah salah satu layanan dengan peringkat yang cukup rendah (peringkat kesembilan dari 12) meskipun terdapat mandat untuk membantu para wirausaha sosial dalam mengatasi kebutuhan sosial.

Inkubator sosial juga dibentuk untuk mampu mengandalkan dana hibah dan tidak menghasilkan pendapatan yang cukup untuk menjadi berkelanjutan melalui ekuitas.

"Kebanyakan para inkubator sosial di Asia cukup muda dan tidak terdanai. Ini memiliki implikasi terhadap efektifitas menginkubasi para wirausaha sosial. Oleh karena itu, penelitian yang merupakan pertama dari jenisnya di Asia, tepat waktu. Ini memberikan pandangan langsung dari apa yang telah bekerja dan tantangan yang dihadapi oleh inkubator ini," katanya.

Untuk mendukung wirausaha social lebih lanjut, tambahnya, inisiatif DBS-NUS Social Venture Asia terbentuk. Para pelaku wirausaha sosial baru yang berpotensi untuk menciptakan dampak sosial yang berkelanjutan akan diidentifikasi dan diberikan pendampingan. Program ini sudah berjalan ke tahun ketiga dan sudah mencatat lebih dari 1.000 pendaftar dari 25 negara pada bulan Mei lalu.

"Lebih dari S$175.000 dalam bentuk pendanaan akan dihadiahkan kepada para tim teratas dengan hadiah spesial yaitu Syngenta Agriculture Social Enterprise Awards and raiSE VentureForGood Grant Award yang akan diberikan kepada sektor pemenang tersebut. Babak awal penjurian ikuti oleh 250 juri yang mendedikasikan waktu mereka. Dari 120 wirausaha sosial yang telah terpilih, 12 finalis wirausaha akan terpilih oleh panel ahli," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: