Direktur Utama PT Semen Tonasa Andi Unggul Attas berbagi pengalaman CSR best practices berbasis ISO 26000 di ajang Sweden International Conference on ISO 26000. Andi mewakili korporasi Asia (developing countries) di acara yang merupakan pertemuan tahunan para pakar SR dunia dan dihadiri sekitar 100 peserta dari 30 negara.
Pertemuan di Swedia menandai lima tahunan publikasi ISO 26000 SR yang sudah menjadi guidance global tentang praktik SR (maupun CSR) dengan perkembangan yang semakin menarik dari berbagai aspek. Baik dari jumlah negara yang mengadopsi sebagai standar nasional semakin banyak jumlah dokumen yang terjual serta proses adopsi yang semakin menarik dari korporasi dunia.
"Semen Tonasa berbagi pengalaman dalam proses adopsi ISO 26000 yang dimulai dari penyusunan blueprint CSR berbasis ISO, strategic plan lima tahunan, termasuk adanya community action plan (CAP) 2013-2017 yang sudah dilaksanakan bersama Forum Desa lingkar secara berkelanjutan," katanya dalam rilis pers yang diterima di Jakarta, Kamis (21/7/2016).
Andi menjelaskan di forum tersebut dibagikan tentang harmonisasi hubungan stakeholder komunitas lingkar dengan industri melalui adanya kemitraan strategis bersama Forum Desa.
Isu-isu Seputar International Conference
International Conference dibuka melalui keynote speaker oleh the CSR Ambassador Kementerian Luar Negeri Swedia Diana Madunic. Remarks pada pembukaan disampailkan oleh Direktur Eksekutif (CEO) Swedish Standard Intitute (SIS) Thomas Idemark, PPO Leadership Jorge Cajazaera, serta dilanjutkan report PPO oleh Vice Chair PPO Staffan Soderberg.
Sesi pertama sebagai pembuka conference adalah delapan best practice SR berbasis ISO 26000 baik dari pengalaman industri, pemerintah, dan lembaga sosial SMOs dan beberapa lembaga resit kredibel, termasuk di dalamnya sesi Indonesia yang diwakili oleh PT Semen Tonasa (Semen Indonesia group) anggota CFCD.
Setelah best practices dilanjutkan dengan report khusus tentang beberapa studi terkait ISO 26000 project serta engagement baru tentang beberapa core subject dengan berbagai lembaga/organsisasi seperti UN Guiding Principles on Business and Human Rights, ISO 26000 terkait Global Agenda SDGs.
Sustainability adalah tren dalam aktivitas pemangku kepentingan (stakeholders) guna meningkatkan kinerja mereka menuju kinerja ekselen.
"Apapun orgnisasinya jika mereka ingin berkontribusi pada sustainable development maka mereka sebaiknya memilih tools yang tepat, salah satu tentunya adalah ISO 26000 Social Resonsibility sebagai tools keberlanjutan. Tren baik ini semakin diperkuat dengan muncul Linkage International Document (LID) antara ISO 26000 dengan berbagai dokumen strategis lainnya, yakni seperti GRI 4, GLobal Compact, OECD Guidelines, dan UN Guiding Pinciples On Business and Human Rights (GP BHR), dan juga dengan Sustainable Development (SGDs) sebagai global goals," ujarnya.
"Spirit dengan melakukan adopsi ISO 26000 pada hakekatnya adalah untuk melihat kedewasaan CSR kita sejauh mana, sebagaimana yang disetir oeh Simon Zadek (2006) tentang The Path Corporate Responsibilty, yang dia ukur dan kategorikan dengan bebarapa tahapan, yakni dari defensive, compliance, managerial, starategic, and civil," imbuhnya.
Ia mengatakan kondisi ideal tentunya adalah civil di mana semua orang aware dan berlomba memiliki tanggung jawab sosial yang melekat dalam budaya kesehariannya serta aktivitas terkait profesinya. Semua top pemimpin dalam organisasi ingin memastikan semua orang yang ada dalam manajemen mereka melakukan tanggung jawab sosial tersebut terkait dengan tugas dan kewenangannya.
"Keyakinan akan sustainability adalah sebuah peluang maka itu tentu saja sebuah peluang baru, misalkan saja muncul industri yang berwawasan hemat energi maka dalam industri transportasi/otomotif misalkan mobil hibrida akan menjadi tren dunia," paparnya.
Tidak hanya itu, imbuhnya, teknologi yang ramah lingkungan akan menjadi need yang semakin hari semakin kuat terasa. Kendaraan yang ramah lingkungan, properti yang green, mengelolah limbah sehingga bernilai ekonomi dan mengurangi dampak polusinya, memanfaatan sampah untuk energi seperti biogas, memanfaatkan sumber daya alam terbarukan seperti angin, gelombang laut, aliran sungai, panas bumi, dan lain lain adalah bentuk oportunity yang telah tercipta tanpa disadari.
"Semua ini adalah dampak eforia dinamika SR melalui ISO 26000 SR yang menjadi komitmen global untuk diadopsi. Suatu pengalaman menarik di Irlandia misalnya ISO 26000 dapat memberikan motivasi baru bagi organisasi bisnis yang betul-betul mau meningkatkan kinerja CSR melalui program yang mereka beri nama The Working Business Resposibilty Mark (The Marks)," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement