Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Congkaknya Sosialisme Venezuela yang Nyaris Sekarat

Oleh: ,

Warta Ekonomi, Jakarta -

Sosialisme abad 21 tampaknya sedang diterjang gelombang besar, khususnya di Venezuela. Pasalnya, negara yang terkenal dengan revolusi bolivarian itu saat ini sedang dilanda krisis kemanusian yang kian memburuk. Bahkan, bahan pangan pun sukar ditemukan yang menyebabkan penjarahan dan kerusuhan sosial.

Anjloknya nilai mata uang bolivar menyebabkan biaya impor bahan makanan melonjak tajam. Tragisnya, semua pasokan bahan makanan selama ini bergantung pada komoditas impor. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh perusahaan analisis perdagangan global, Panjiva, dari PBB, Bea Cukai AS dan negara-negara lain, menunjukan impor Venezuela mengalami penurunan tajam.

Menyitat CNN di Jakarta, Selasa (16/8/2016), impor roti Venezuela pada semester I-2016 anjlok sebesar 94 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Nilai impor roti tahun ini hanya sebesar US$ 216.000, sementara tahun lalu nilainya mencapai US$ 3,5 juta. Pengapalan daging yang masuk ke Venezuela turun 63 persen menjadi US$ 127 juta dibandingkan US$ 350 juta pada tahun lalu.

Sedangkan impor buah-buahan, seperti pisang dan strawberry turun tajam sebesar 99 persen menjadi US$159.000 dari US$21 juta. Selain itu, kiriman ikan yang masuk ke Venezuela turun 87 persen dan impor gula tercatat turun 34 persen.

Angka-angka tersebut menggunakan data ekspor dari AS, Brasil, Kolombia, Ekuador, dan Chili. Pemerintah Venezuela sendiri tidak memublikasikan data impor yang bisa dipercaya.

Data yang disajikan Panjiva sejalan dengan perkiraan banyak lembaga lain. Seperti Bank of America yang memperkirakan total impor Venezuela turun sebesar 40 persen hingga 45 persen dalam lima bulan pertama tahun ini, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Saat ini warga harus mengantre berjam-jam di luar supermarket hanya untuk menemukan rak kosong. Mereka kesulitan memperoleh roti, telur, dan berbagai barang konsumsi dasar lainnya.

"Warga Venezuela tidak bisa membeli roti dan daging dan yang bisa didapatkan hanyalah sereal, sesuatu kebutuhan yang benar-benar mendasar," ujar Chris Rogers, Analis Panjiwa.

Ironisnya, Venezuela memiliki cadangan minyak bumi melebihi negara-negara lain di seluruh dunia. Bahkan, cadangan minyaknya melebihi Brasil yang merupakan negara pengekspor pangan terbesar keempat di dunia.

"Brasil tak mau menjual daging ke Venezuela. Ini bukan masalah politik. Masalahnya hanyalah karena Venezuela tak punya uang," kata Rogers.

Ekonomi Venezuela terpuruk dalam resesi yang sangat dalam. Negara ini jatuh dalam kesulitan likuiditas. Penyebab utamanya adalah penurunan nilai tukar bolivar yang beberapa tahun terakhir jatuh secara dramatis.

Krisis ekonomi Venezuela dan jatuhnya nilai tukar bolivar tak lepas dari anjloknya harga minyak dunia beberapa tahun terakhir. Dengan cadangan minyak bumi terbesar di dunia, perekonomian Venezuela sangat bergantung pada minyak bumi. Bahkan, perusahaan minyak milik pemerintah Venezuela, PDVSA, nyaris bangkrut.

April lalu, Schlumberger mengatakan akan mengurangi layanannya di Venezuela karena tagihan yang belum dibayar. Akibatnya terjadi penurunan kegiatan pengeboran yang membuat produksi minyak Venezuela jatuh ke level terendah dalam 13 tahun. Kini, untuk mengatasi kekurangan pangan pemerintahan Venezuela yang dipimpin oleh Presiden Nicolas Maduro berupaya beralih ke sektor pertanian setelah sekian lama terabaikan.

Juli lalu, Maduro mengeluarkan sebuah dekrit yang memaksa warga bekerja di pertanian milik negara hingga 60 hari dan mungkin lebih lama jika dibutuhkan. Meski tidak ada kasus kerja paksa, Amnesty International mengklaim dekrit tersebut sama saja dengan kerja paksa.

Selain itu, Venezuela juga kekurangan obat-obatan dasar. Akibatnya banyak warga meninggal dunia di rumah sakit, dan sebagian lagi sekarat tanpa pengobatan yang layak.

Meski dilanda krisis yang semakin parah, Venezuela menolak bantuan makanan dan bantuan kemanusiaan dari kelompok-kelompok seperti Amnesty International dan PBB. Pejabat Amnesty International menyatakan pemerintah Venezuela menolak bantuan karena akan membuat mereka terlihat tak mampu.

Menurut IMF, Venezuela merupakan negara dengan performa ekonomi terburuk tahun ini. Perekonomian negara ini diperkirakan turun 10 persen sementara inflasinya meroket lebih dari 700 persen.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: