Kabar rencana kebijakan pemanfaatan lahan gambut untuk tanaman nanas mengundang respons publik. Pakar Gambut Dr. Lulie Melling menilai rencana tersebut sebagai langkah mundur untuk pemanfaatan gambut. Bukannya untuk tanaman kelapa sawit, tapi justru untuk perkebunan nanas.
Lulie juga mengingatkan bahwa dalam perumusan kebijakan harus selalu berdasarkan fakta ilmiah. “Keputusan harus dipandu berdasarkan fakta ilmiah,” kata Lulie. Keputusan tersebut harusnya tidak hanya berdasarkan pada keinginan maupun berdasrkan suka atau tidak suka.
Nasionalisme.co menuliskan bahwa Wakil Presiden Jusuf Kalla mendukung usulan Badan Restorasi Gambut (BRG) agar budidaya di lahan gambut diganti dari kelapa sawit menjadi nanas. Dalam portal berita tersebut juga menyebutkan nanas diklaim lebih ramah gambut, meskipun akan membawa kehancuran ekonomi masyarakat yang selama ini menggantungkan hidupnya dari perkebunan kelapa sawit.
Menurut Ahli Ilmu Tanah Institut Pertanian Bogor (IPB) Basuki Sumawinata, pengembangan lahan gambut untuk tanaman kelapa sawit mempunyai nilai kompetitif di perdagangan internasional. Ia menandaskan bahwa perkebunan sawit di lahan gambut dapat menghasilkan minyak 4-5 ton/ha/tahun. Lahan subur yang sama luasnya di daerah sub tropika menghasilkan minyak seperti kedelai hanya 0,5 ton/ha/tahun. Ia juga mengatakan akasia juga tumbuh sangat cepat di lahan gambut dan dapat dipanen dengan siklus 4-5 tahun. Sementara itu di daerah sub tropika untuk memproduksi volume kayu yang sama memerlukan waktu 20-30 tahun.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Arif Hatta
Tag Terkait:
Advertisement