Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani diminta untuk secara ikhlas melepas jabatan karena banyak target pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) di sektor keuangan yang diprediksi tidak akan tercapai.
Wakil Ketua Umum DPP Gerindra Arief Poyuono mengatakan apabila Menkeu Sri Mulyani bersedia mundur saat ini maka tidak perlu menanggung malu apabila target-target pemerintahan tak tercapai. Dengan demikian, ia mengatakan kredibilitas Sri Mulyani sebagai ekonom andal dapat terjaga.
"Sri Mulyani sebenarnya sudah tahu kondisi ekonomi nasional yang sudah satu tahun setengah di bawah pimpinan Joko Widodo itu amburadul dan terlalu optimis tanpa perhitungan tepat. Jadi, sebaiknya segera saja mengundurkan diri dari jabatan menkeu daripada reputasinya hancur sebagai ekonom yang piawai," katanya dalam rilis pers yang diterima di Jakarta, Senin (12/9/2016).
Arief Poyuono mengatakan salah satu target yang tidak mungkin tercapai adalah penerimaan dari program pengampunan pajak (tax amnesty). Ia menjelaskan realisasi uang tebusan tax amnesty yang baru mencapai Rp2,14 triliun atau 1,3 persen dari total target Rp165 triliun merupakan indikasi bahwa target program ini sulit tercapai.
"Sepertinya akan sulit tercapai pada tutup tahun 2016. (Target) mencapai 10 persen saja, Joko Widodo sudah kamsia banyak sama wajib pajak yang mau men-declare pajak pakai fasilitas tax amnesty," sebutnya.
Ia menjelaskan jika program tax amnesty yang tinggal empat bulan lagi di term pertama hanya akan menghasilkan Rp10 triliun sampai dengan RP16,5 triliun saja maka sudah dipastikan defisit anggaran akan semakin melebar hingga melebihi pagu yang ditetapkan oleh UU APBN.
"Artinya, pemerintah Joko Widodo mengalami kegagalan dalam pengelolaan keuangan negara dan tentu ada konsekuensinya," tegasnya.
Disampaikan, salah satu dampak buruk dari defisit anggaran di akhir tahun 2016 dan 2017 adalah akan menciptakan proyek-proyek pemerintah yang mangkrak. Ia menambahkan bahwa dampak buruk yang lain adalah pemerintah gagal bayar terhadap supplier dan kontraktor yang menjadi rekanan pemerintah.
"Ini juga akan berdampak pada kredit macet perbankan yang meningkat karena supplier dan kontraktor rekanan pemerintah dalam mendapatkan proyek pemerintah juga mengunakan kredit perbankan. Dampak paling ngeri adalah ledakan pengangguran apalagi tahun depan akan ada angkatan kerja baru hingga dua juta orang dan yang paling ngeri adalah PHK besar-besaran di sektor UKM," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement