Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kontroversi Hingga Konsolidasi Pembentukan Holding BUMN Energi

Kontroversi Hingga Konsolidasi Pembentukan Holding BUMN Energi Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sejak lama wacana tentang pembentukan holding BUMN untuk beragam bidang perekonomian memang telah berseliweran di berbagai media massa, tetapi tampaknya tidak ada yang lebih menarik perhatian daripada holding BUMN sektor energi.

Hal itu juga menjadi perhatian Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian BUMN Edwin Hidayat Abdullah yang menyebutkan, meski direncanakan di berbagai bidang, jumlah pemberitaan yang mendominasi adalah terkait holding BUMN sektor migas primer.

"Dari enam (bidang terkait holding), pemberitaan lebih dari 50 persen di holding migas primer," kata Edwin Hidayat Abdullah acara Seminar bertajuk "Menempatkan Holding BUMN dalam Kerangka Energi yang Berkesinambungan" di Jakarta, Kamis (3/11).

Holding migas primer itu sendiri terkait dengan rencana holding BUMN yang dilakukan oleh dua perusahaan yaitu Pertamina dan PGN.

Menurut Edwin, bila pada holding bidang yang lain nada pemberitaannya adalah mendukung, tetapi pada holding migas nada imbang antara yang mendukung dan yang tidak.

Dia menyatakan bahwa ada kritik harga gas mahal, padahal sebenarnya secara regulasi atau aturan yang ada tidak ada monopoli secara regulasi, meski realitanya berbeda dengan kenyataan pengusaha pasar di lapangan.

Edwin mengemukakan, mau tidak mau memang harus diakui bahwa Pertamina dan PGN sudah menguasai sebagian besar dari pasokan energi primer yang ada di Republik Indonesia.

"Begitu banyak rantai sehingga harga gas ke konsumen mahal," katanya.

Untuk itu, ujar dia, holding BUMN bidang migas tersebut dinilai bakal meningkatkan aksesibilitas masyarakat kepada energi primer, meningkatkan pemanfaatan gas sebagai energi ramah lingkungan melalui fasilitas bersama, dan mewujudkan harga gas yang lebih terjangkau.

Rencana holding BUMN tersebut juga dinilai bermanfaat mendorong monetisasi gas lapangan dan LNG untuk volume pasokan gas jangka pendek, menengah, dan panjang.

Selama ini, Edwin juga menyorot bahwa Pertamina dan PGN berkompetisi di semua lini, mulai dari hulu, transmisi, distribusi sampai kepada penjualan yang membuat ketidakefisienan di banyak hal.

Karena terlalu banyak lapisan dan inefisiensi, lanjutnya, maka dengan adanya holding diharapkan akan mengoptimalkan perencanaan infrastruktur ke depan sehingga tumpang tindih akan dapat diminimalkan.

Selain itu, Edwin juga mengingatkan bahwa penambahan penyertaan modal akan memberikan "holding" migas untuk meningkatkan kapasitas investasi sebesar 36,2 miliar dolar AS dalam jangka waktu 15 tahun ke depan.

Menurut Edwin, dengan melakukan holding migas yaitu penggabungan Pertamina dan PGN, maka akan mengingkatkan efisiensi, dan bila jadi dilakukan maka di sektor hulu koordinasi suplai akan dilakukan oleh Pertamina, setelah itu pembangunan infrastruktur mulai dari transmisi hingga distribusi dilakukan oleh PGN.

Dengan adanya pembentukan holding migas, aset Pertamina diperkirakan ke depannya juga dapat mencapai 72,4 miliar dolar AS.

Secara keseluruhan, holding BUMN itu memiliki manfaat yaitu menekan biaya dengan mencapai sinergi biaya dan keekonomian, meningkatkan posisi pembiayaan melalui gabungan aset, serta meningkatkan kapasitas investasi dan kemandirian finansial guna mengembangkan ke dalam bisnis hilir.

Holding BUMN migas, lanjutnya, juga dinilai bakal menumbuhkan usaha dan diversifikasi, serta meningkatkan profit risiko secara keseluruhan, dan berbagai praktek terbaik dalam berbagai aspek pengelolaan lainnya.

Edwin mengemukakan, saat ini peraturan pemerintah terkait dengan penempatan modal negara di BUMN sudah diproses di Sekretariat Negara dan bila sudah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo, maka proses pembentukan holding ini juga bisa dipercepat.

Tujuan Pembicara lainnya yaitu Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang ESDM Sammy Hamzah mengatakan secara pribadi mempertanyakan apa sebenarnya tujuan pemerintah dalam melakukan "merger" tersebut.

Sammy mengingatkan bahwa langkah seperti merger dan akuisisi harus mempertimbangkan tiga aspek, yaitu dalam kontes vertikal seperti sinergitas antarperusahaan, konteks horizontal yaitu pengembangan pasar, serta dalam hal finansial atau pendanaan.

Sementara itu, ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri mengingatkan bahwa rencana penggabungan holding BUMN migas itu sebenarnya tidak boleh hanya dilihat sebatas aksi korporasi karena kebijakan pemerintah juga dipengaruhi oleh teknokrat, birokrat dan politisi.

Faisal Basri memaparkan kronologis inisiatif holding migas awalnya karena Presiden Joko Widodo menyoroti mengapa harga gas di Indonesia nisbi mahal, sedangkan pertemuan, rapat lintas sektoral dan koordinasi lintas instansi tak kunjung membuahkan hasil.

Namun, Faisal mempertanyakan karena kronologis setelahnya muncul konsep holding yang dinilai sangat saran dengan skenario potensi impor gas yang cukup besar mulai tahun 2019.

Sebelumnya, Ketua Dewan Penasehat Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (Kahmi) Akbar Tanjung mengingatkan, pembentukan perusahaan induk (holding) energi jangan terburu-buru dan perlu pengkajian secara mendalam, komprehensif, serta mengedepankan prinsip kehatian-hatian.

Menurut Akbar Tanjung, holding energi jangan sampai menyuburkan perilaku pemburu rente, masuknya penumpang gelap, dan membuat pihak-pihak tertentu diuntungkan dari pembuatan regulasi yang dilakukan secara sengaja.

Untuk itu, lanjut Akbar, yang pernah menjabat sejumlah posisi menteri itu, prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas harus dikedepankan, sehingga holding bisa diawasi seluruh pemangku kepentingan.

Akbar menambahkan, holding energi seharusnya tidak sebatas penggabungan PT PGN (Persero) Tbk dengan PT Pertamina Gas (Pertagas) saja serta aksi korporasi sesaat untuk konsolidasi aset, pendapatan, dan profit, namun harus didedikasikan bagi terwujudnya kedaulatan energi dan tercapainya target bauran energi 2025.

Internal Sementara itu, rencana pembentukan holding BUMN yang ada di berbagai sektor pada saat ini sedang dalam tahap konsolidasi internal sehingga bila benar-benar terealisasikan pada masa mendatang berbagai pihak terkait juga sudah siap dalam melaksanakannya.

"Kami optimistis bahwa proses (pembentukan holding BUMN) ini tetap berjalan," kata VP Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro dalam diskusi di Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (2/11).

Wianda yang menyatakan telah diangkat sebagai Ketua "Task Force" (Gugus Tugas) Holding BUMN itu menyatakan, proses pelaksanaan holding BUMN memang tampaknya lambat.

Namun, lanjutnya, hal tersebut agar pembentukan holding tersebut dapat berjalan maksimal dan siap baik dari sisi operasional, finansial, maupun dari sisi legal.

Dia juga berpendapat bahwa beberapa sektor yang sudah siap dalam melakukan holding antara lain adalah BUMN yang bergerak di bidang pertambangan, konstruksi jalan tol, dan migas.

"Pertambangan paling siap dari segi konten konsolidasi internal," katanya dan menambahkan bahwa di antara perusahaan sektor pertambangan telah saling bergerak sesama mereka.

Sebelumnya, pengamat kebijakan energi Sofyano Zakaria menilai PT Pertamina lebih siap dan memenuhi sejumlah syarat untuk menjadi pemimpin "holding" (induk usaha) BUMN Energi yang dijadwalkan terbentuk pada tahun 2016.

"Pertamina memiliki kriteria menjadi induk holding BUMN antara lain pengalaman dalam menjalankan korporasi dalam skala global, penguasaan aset dalam jumlah besar, serta kemampuan dalam menghasilkan laba usaha," kata Sofyano ketika dihubungi di Jakarta, Sabtu (29/10).

Menurut dia, jika Kementerian BUMN selaku kuasa pemegang saham perusahaan milik negara menunjuk Pertamina sebagai holding BUMN Energi yang membawahi PT PGN Tbk dan termasuk PT PLN (Persero) tidak ada masalah karena holding sifatnya lebih pada koordinasi.

Rencana pembentukan holding BUMN diharapkan dapat memperlincah gerak korporasi dari BUMN itu sendiri dan tidak terjebak dengan keterhambatan yang kerap ada dalam lingkup birokrasi suatu negara.

"Saya kira (holding BUMN) itu isu yang sangat bagus yang dilakukan oleh pemerintah dengan harapan BUMN kita lebih profesional, dikelola secara lebih korporatif bukan lagi birokratif," kata anggota Komisi VI DPR RI Eka Sastra.

Menurut Eka Sastra, dengan pembentukan holding tersebut maka diharapkan BUMN bisa bergerak lincah dalam koridor bisnisnya dan tidak terlalu banyak intervensi nonkorporasi yang masuk ke BUMN.

Politisi Partai Golkar itu berpendapat bahwa BUMN-BUMN di negara lain saat ini sudah menjadi pemain dunia karena pembentukan super holding yang dianggap mampu menjadi sebuah lembaga dengan korporasi yang lebih bagus dan berpihak pada kepentingan masyarakat. (Ant/Muhammad Razi Rahman)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: