Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Perusahaan Pengalengan Tuna Perlu Terapkan Mekanisme Berkelanjutan

Perusahaan Pengalengan Tuna Perlu Terapkan Mekanisme Berkelanjutan Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perusahaan pengalengan tuna di berbagai daerah perlu menerapkan mekanisme operasional perusahaan yang lebih berkelanjutan guna menghasilkan produk tuna yang ditangkap secara lestari kepada para konsumennya.

"Secara global, stok tuna berada di tahap kritis dan sejumlah perusahaan pengalengan belum memastikan rantai pasokan mereka bersih dari penangkapan ikan yang merusak dan pelanggaran HAM," kata Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia Sumardi Ariansyah dalam rilis, Kamis (18/11/2016)

Menurut Sumardi Ariansyah, saat ini waktunya perusahaan pengalengan tuna untuk segera mengubah model bisnis serta memastikan produk tuna mereka dapat ditelusuri dan bebas dari "perbudakan" tenaga kerja.

Meski tekanan penurunan stok di lautan dari berbagai jenis ikan tuna terjadi secara global, lanjutnya tuna justru tetap ditangkap secara berlebihan hingga berada di tahap kritis.

Pada tahun 2016, Daftar Merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) telah memasukkan tuna albakora dan tuna sirip kuning ke dalam status "hampir terancam", dan tuna mata besar berstatus "rentan".

"Sangat mengkhawatirkan bahwa 15 perusahaan dari total perusahaan pengalengan yang disurvei menyebutkan sumber tuna mereka hampir 100 persen didapatkan dari kapal jaring atau purse seines," ungkap Sumardi.

Hal itu, ujar dia, berarti hampir semua perusahaan pengalengan tidak mempertimbangkan dampak lingkungan, karena kapal-kapal jaring beroperasi dengan menggunakan rumpon yang dapat menangkap banyak bayi tuna sirip kuning dan tuna mata besar, bahkan menangkap hiu.

Dia berpendapat bahwa sistem ketelusuran asal usul ikan yang ditangkap mutlak diperlukan agar hak informasi konsumen terpenuhi serta tujuan keberlanjutan perikanan tuna di Indonesia dapat tercapai.

Sebagaimana diwartakan, Pemerintah Indonesia perlu memperkuat diplomasi internasional untuk sektor perikanan karena pentingnya peran negeri ini dalam produksi global sejumlah komoditas perikanan seperti ikan tuna, tongkol, dan cakalang.

"TTC (tuna, tongkol dan cakalang) dari Indonesia berkontribusi 18-20 persen dari keseluruhan produksi global sehingga kita harus memperkuat diplomasi khususnya tingkat internasional," kata Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Toni Ruchimat, dalam lokakarya di Jakarta, Rabu (16/11).

Berdasarkan data KKP, volume produksi perikanan tangkap di laut Indonesia untuk jenis ikan TTC selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, yaitu dari 1,32 juta ton pada 2014, menjadi 1,34 juta ton pada 2015, dan ditargetkan menjadi 1,35 juta ton pada tahun 2016 ini. Sedangkan volume penangkapan global secara keseluruhan adalah 6,8 juta ton per tahun.

Sebelumnya, KKP menyatakan Indonesia mendapat apresiasi global dalam agenda perubahan iklim terkait dengan penguatan sektor kelautan dan perikanan.

"Indonesia berkomitmen menerapkan pendekatan berbasis ekosistem dalam mengelola ekosistem pesisir dan laut serta daratan, meningkatkan pengelolaan sumber daya alam, dan meningkatkan ketangguhan iklim dengan melindungi dan memulihkan peran penting ekosistem terestrial, pesisir, dan laut," kata Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan dan Utusan Khusus Perubahan Iklim Dr Poernomo dalam siaran pers di Jakarta, Selasa (15/11).

Apresiasi tinggi dari berbagai pihak perwakilan dan delegasi negara serta lembaga swadaya masyarakat itu diterima Indonesia dalam acara "Membangun Ketangguhan untuk Adaptasi Perubahan Iklim bagi Negara kepulauan dan Negara Kepulauan Kecil Berkembang" sebagai bagian Konvensi PBB di Marrakesh, Maroko, 11 November 2016. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: