Berbelanja komoditas pangan di Ternate, Maluku Utara (Malut), baik dalam bentuk mentah maupun olahan akan selalu dihadapkan dengan harga mahal, walaupun tidak bertepatan dengan hari besar keagamaan seperti Lebaran atau Natal.
Bawang merah misalnya yang merupakan salah satu komoditas pangan yang paling dibutuhkan masyarakat, harganya di Ternate paling murah Rp40.000 per kg, bahkan selama 2016 ini lebih sering berada di angka Rp50.000 sampai Rp60.000 per kg.
Kondisi harga komoditas pangan seperti itu, menurut salah seorang tokoh masyarakat di Ternate, Muhammad Akbar, sangat membebani masyarakat, karena tidak berbanding lurus dengan penghasilan mereka, baik yang bekerja di sektor formal maupun informal.
Penghasilan masyarakat yang bekerja di perusahaan swasta misalnya, hanya mendapatkan gaji sesuai Upah Minimum Kota (UMK) sekitar Rp2.100.000 per bulan, bahkan banyak yang menerima di bawah UMK itu namun mereka tetapi ikhlas menerimanya karena sulitnya mendapatkan pekerjaan.
Para petani di daerah berpenduduk 200 ribu jiwa ini yang umumnya mengembangkan tanaman perkebunan seperti pala, cengkih dan kelapa hanya mendapatkan penghasilan rendah, karena harga komoditas perkebunan terutama selama 2016 sangat murah,cengkih misalnya hanya Rp80.000-an per kg padahal idealnya Rp150.000 per kg.
Menurut pengamat ekonomi dari Universitas Khairun Ternate Hasby Jusuf, mahalnya harga komoditas pangan di Ternate disebabkan sebagian besar harus didatangkan dari daerah lain, seperti dari Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Jawa Timur.
Mahalnya biaya angkut komoditas pangan itu dari daerah asal ke Ternate yang umumnya menggunakan kapal laut serta tingginya biaya bongkar muat di pelabuhan memaksa distributor atau pedagang menutupi biaya itu dengan cara menjual komoditas pangan di Ternate lebih mahal.
Panjangnya mata rantai pemasaran komoditas pangan dari produsen (petani) sampai ke konsumen di pasaran Ternate, juga memberi kontribusi terhadap mahalnya harga komoditas pangan di Ternate, karena setiap yang berperan dalam rantai panjang itu pasti mengambil keuntungan.
Untuk mengatasi mahalnya harga komoditas pangan di Ternate tersebut, Hasby Jusuf berpendapat, Pemkot Ternate harus melakukan intervensi dengan menggunakan kewenangannya terutama yang arahnya menghilangkan semua faktor yang menjadi penyebab mahalnya harga komoditas pangan itu.
Salah satu bentuk intervensi pemkot adalah memanfaatkan perusahaan daerah setempat untuk mendatangkan komoditas pangan dari daerah yang lebih dekat dari Ternate, sehingga selain bisa menekan biaya angkut, juga akan memperpendek rantai panjang pemasarannya.
Pemkot Ternate perlu pula memberikan berbagai insentif kepada distributor atau pedagang komoditas pangan, misalnya berupa keringanan pajak atau retribusi serta menghilangkan segala bentuk pungutan liar kepada mereka sehingga akan menjadi motivasi untuk menjual komoditas pangan dengan harga lebih murah.
Segi Tiga Emas Wali Kota Ternate Burhan Abdurrahman mengaku Pemkot Ternate sudah menyiapkan sejumlah program untuk mengatasi mahalnya harga komoditas pangan di daerah ini, di antaranya program Segi Tiga Emas yang melibatkan Ternate, Kota Tidore Kepulauan dan Halmahera Barat.
Dalam program yang akan efektif dilaksanakan pada 2017 itu, disepakati semua kebutuhan komoditas pangan di Ternate akan dipenuhi Kota Tidore Kepulaun dan Kabupaten Halmahera Barat, kecuali untuk komoditas pangan yang tidak bisa dikembangkan di kedua daerah itu.
Pemkot Tidore Kepulauan dan Pemkab Halmahera Barat akan memanfaatkan perusahaan daerah setempat untuk menampung komoditas pangan yang dihasilkan petani dan kemudian mendistribusikannya ke Ternate, sehingga petani bisa menikmati harga yang layak demikian pula konsumen di Ternate mendapatkan harga yang tidak mahal.
Program lainnya yang akan dilaksanakan Pemkot Ternate untuk mengatasi mahalnya harga komoditas pangan di daerah ini, menurut Wali Kota Burhan Abdurrahman adalah pembangunan pasar grosir pangan di Ternate pada 2017 dengan memanfaatkan dana dari pemerintah pusat dan APBD setempat.
Pasar grosir pangan tersebut akan menampung komoditas pangan dari Kota Tidore Kepulauan dan Kabupaten Halmahera Barat, termasuk dari daerah lainnya dan kemudian menyalurkannya kepada para pedagang diberbagai pasar di Ternate, sehingga pedagang tidak bergantung lagi para tengkulak yang selama ini selalu memasang harga mahal.
Pasar grosir pangan yang merupakan pertama yang dibangun di Malut itu akan dilengkapi dengan fasilitas penyimpanan berupa cool storage, sehingga komoditas pangan yang cepat rusak, seperti tomat dan sayuran bisa ditampung dalam waktu lama.
Wali Kota Burhan Abdurrahan juga akan mengefektifkan peran Forum Pemasok Pangan Ternate dalam menjaga ketersediaan stok komoditas pangan, terutama untuk komoditas pangan yang masih harus didatangkan dari Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Jawa Timur, seperti beras dan bawang merah yang sulit dipenuhi dari wilayah Malut.
Keberadaan program tol laut dari pemerintah pusat yang rutenya menyinggahi Ternate juga akan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mendukung kelancaran pengiriman komoditas pangan ke Ternate, disamping jasa angkutan swasta yang ada selama ini.
Pemkot Ternate juga terus mendorong masyarakat di daerah ini untuk memanfaatkan lahan pekarangan atau lahan tidur dengan tanaman komoditas pangan, misalnya cabai dan tomat sehingga mereka bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari dari produksi sendiri dan ini akan membantu menekan harga di pasaran.
Wali Kota Burhan Abdurrahman optimistis kalau semua program tersebut bisa direalisasikan dengan baik maka masyarakat di daerah ini akan menikmati harga komoditas pangan yang lebih murah, paling tidak berada diangka kewajaran untuk ukuran penghasilan masyarakat setempat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rahmat Patutie
Tag Terkait:
Advertisement