Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Donald Trump Ingin Akhiri Kebijakan 'Satu China'

Donald Trump Ingin Akhiri Kebijakan 'Satu China' Kredit Foto: Nytimes.com
Warta Ekonomi, Jakarta -

Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengindikasikan kemungkinan untuk mengakhiri kebijakan 'satu China' yang telah diberlakukan AS sejak tahun 1979.

Pernyataan Trump mengenai apakah AS harus tetap melanjutkan kebijakan 'satu China' telah memicu kemarahan dari media pemerintah China. Berdasarkan kebijakan tersebut, AS memiliki hubungan resmi dengan China ketimbang Taiwan yang menginginkan kemerdekaan dari China.

Berbicara dalam sesi wawancara dengan Fox News, Trump mengaku tidak punya alasan mengapa kebijakan 'satu China' harus tetap dilanjutkan tanpa konsesi berarti dari Beijing.

"Saya tidak tahu kenapa kita harus terikat dengan kebijakan Satu China kecuali kita membuat perjanjian dengan China yang terkait dengan hal-hal lain, termasuk perdagangan," kata Trump seperti dikutip dari laman BBC di Jakarta, Jumat (16/12/2016).

Setelah komentar Trump dilansir, sebuah editorial surat kabar pemerintah China, Global Times, menyoroti Trump secara langsung. Tajuk rencana itu berjudul, Tuan Trump mohon dengarkan baik-baik: Kebijakan Satu China tidak bisa diperdagangkan, yang isinya menggambarkan gagasan Trump sebagai "aksi yang sangat kekanak-kanakan" dan dia "perlu belajar tentang diplomasi dengan rendah hati".

"Trump menilai kebijakan satu China dapat digunakan sebagai alat negosiasi dalam hal-hal lain, seperti perdagangan, namun sulit membayangkan situasi itu dapat diterima Beijing," tulis Michael Bristow, analis BBC mengenai China.

Ucapan Trump mengemuka setelah ia menerima panggilan telepon dari Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen. Pembicaraan Trump dan Tsai sontak memicu kemarahan media pemerintah China dan membuat Beijing menyampaikan protes resmi.

Selama berpuluh tahun, belum ada presiden atau presiden terpilih dari AS yang pernah berbicara secara langsung dengan pemimpin Taiwan. Namun, kepada Fox News, Trump menegaskan Beijing tidak berhak menentukan apakah dia bisa berbicara dengan pemimpin Taiwan atau tidak.

"Saya tidak ingin China mendikte saya dan panggilan telepon itu diserahkan kepada saya. Pembicaraannya sangat bagus, singkat, dan kenapa ada negara bisa mengatakan bahwa saya tidak bisa menerima panggilan telepon? Sejujurnya saya pikir sangat tidak hormat tidak menerimanya," kata Trump.

Lebih jauh, Trump menuding China tidak bekerja sama dengan AS soal penanganan mata uang yuan, soal Korea Utara, dan mengenai ketegangan di Laut Cina Selatan.

AS memutus hubungan diplomatik resmi dengan 'satu China' dari Beijing yang menyatakan bahwa Taiwan adalah bagian dari China. Meski hubungan resmi tersebut diputus hampir empat dekade lalu, namun AS masih mempertahankan hubungan dekat yang tak resmi dengan Taiwan selama bertahun-tahun. Secara terpisah, pemerintah China menyampaikan pentingnya hubungan China-AS dalam respons resmi terhadap usulan Trump.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Gregor Samsa
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: