Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) tidak yakin pekerja illegal asal Tiongkok "membanjiri" Indonesia setelah diberlakukannya kebijakan bebas visa oleh Indonesia kepada 169 negara.
Ketua Umum GIPI Didien Junaedy di Jakarta, Senin (26/12/2016), mengatakan hampir tidak mungkin bahkan tidak realistis terkait dugaan adanya pekerja illegal Tiongkok dalam jumlah besar masuk ke Indonesia.
"Kebijakan bebas visa kunjungan (BVK) tidak terkait dengan pekerja ilegal. Industri pariwisata telah membahasnya. Bebas visa dan izin bekerja di suatu negara itu dua hal yang berbeda," ujar Didien.
GIPI yang mewadahi semua unsur pelaku industri pariwisata Indonesia meyakini kebijakan bebas visa justru bermanfaat bagi sektor pariwisata Indonesia.
Didien mengatakan semestinya yang perlu diawasi adalah izin bekerja TKA (Tenaga Kerja Asing).
Menurut dia, kalau ada pengguna bebas visa bekerja dan "overstay", instansi terkait termasuk keimigrasian bisa mendeportasi mereka sesuai peraturan.
"Kenapa hanya Tiongkok yang menjadi persoalan ? Sedangkan banyak negara lain yang ekonominya di bawah Indonesia juga mendapat bebas visa. Dan kita tahu Tiongkok sekarang perekonomiannya di atas Indonesia," jelas dia.
Saat ini wisatawan Tiongkok ke Indonesia meningkat dengan pesat, data menunjukkan pada 2015 sebesar 1.1414.330 orang, pada 2016 periode Januari hingga Oktober saja sudah mencapai 1.221.422 orang atau tumbuh 24,12 persen.
Tidak hanya ke Indonesia, wisman Tiongkok ke Jepang, Singapura, dan negara-negara Asia lainnya juga meningkat drastis.
Jumlah outbound wisman Tiongkok kini sekitar 130 juta, menurut Didien, ini merupakan pasar yang besar.
"Banyak sekali negara destinasi bersaing berupaya menarik mereka, antara lain melalui kemudahan dan pembebasan visa kunjungan. Dari negara ASEAN, Jepang, Korea, Amerika, Eropa, dan Australia. Devisa kita pun bisa terdongkrak dari sini,? ujar Didien.
Didien menambahkan, jika kebijakan bebas visa menjadi pintu masuk pekerja ilegal dari Tiongkok maka Singapura dan Malaysia juga akan menghadapi persoalan yang sama, karena negara-negara tersebut juga memberlakukan kebijakan yang sama.
"Negara lain di Asean juga memberlakukan BVK, mestinya mereka juga diserbu pekerja ilegal Tiongkok karena peluang kerja lebih tersedia di sana. Tapi kenyataannya kan tidak," kata Didien.
Didien Junaedy menjelaskan semua industri pariwisata anggota GIPI akan menjamin keberadaan dan mengawasi setiap grup wisatawan dari Tiongkok yang berkunjung ke Indonesia.
"Melalui anggota GIPI (Asita, PHRI, dan lainnya) akan lebih mengawasi dan menjamin setiap grup wisatawan Tiongkok yang berkunjung ke Indonesia," ucap Didien.
Didien justru mengapresiasi langkah Presiden Jokowi yang secara tegas akan menindak para penyebar isu banyaknya pekerja ilegal masuk dari Tiongkok menggunakan fasilitas bebas visa.
"Kita sangat mengapresiasi Presiden Jokowi yang bersikap tegas meredam isu tersebut. Isu tersebut sangat merugikan sektor pariwisata yang saat ini sedang berkembang pesat di Indonesia," ujar Didien.
Pada kesempatan yang sama, Budi Tirtawisata, pengurus GIPI yang juga Wakil Ketua PHRI menjelaskan saat ini pekerja asing yang bekerja di sektor pariwisata (hotel dan restoran) kurang lebih hanya 5 persen dari total keseluruhan, dan yang berasal dari Tiongkok jauh di bawah 1 persen.
"Jumlah tenaga kerja (Tiongkok) yang bekerja di sektor pariwisata sangat sedikit, karena SDM kita cukup tersedia dan memadai di bidang pariwisata," jelas Budi. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait:
Advertisement