Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Aroma Suap dalam Mesin Jet Garuda (1/2)

Aroma Suap dalam Mesin Jet Garuda (1/2) Kredit Foto: Cahyo Prayogo
Warta Ekonomi, Jakarta -

Saat KPK mengumumkan Direktur Utama (Dirut) Garuda Indonesia 2005-2014 Emirsyah Satar sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan suap dalam pengadaan pesawat dan mesin pesawat Airbus, banyak pihak tidak menduga.

Penyebabnya, Emirsyah yang saat ini menjadi Chairman MatahariMall.com (MatahariMall), adalah orang yang melakukan restrukturisasi Garuda Indonesia dan di bawah kepemimpinan Emirsyah, maskapai penerbangan itu mendapatkan berbagai penghargaan prestisius. Bahkan, Ketua KPK Agus Rahardjo juga mengakui prestasi Garuda tersebut.

"Harapan kami adalah satu kasus ini tidak memberikan dampak negatif ke Garuda karena bagaimanapun flag carrier kita harus kita jaga karena sudah memiliki reputasi yang sangat baik di dunia internasional itu harus kita jaga agar mereka berkembang terus," kata Agus saat konferensi pers pada Kamis (19/1/2017).

Konstruksi kasus Emirsyah dalam perkara ini diduga menerima suap 1,2 juta euro dan 180 ribu dolar AS atau senilai total Rp20 miliar serta dalam bentuk barang senilai dua juta dolar AS yang tersebar di Singapura dan Indonesia dari perusahaan manufaktur terkemuka asal Inggris, Rolls Royce dalam pembelian 50 mesin pesawat Airbus S.A.S pada periode 2005-2014 pada PT Garuda Indonesia Tbk.

Pemberian suap itu dilakukan melalui seorang "perantara" Soetikno Soedarjo selaku beneficial owner?dari Connaught International Pte. Ltd yang berlokasi di Singapura. Soektino diketahui merupakan presiden komisaris PT Mugi Rekso Abadi (MRA), satu kelompok perusahaan di bidang media dan gaya hidup.

MRA antara lain menjadi distributor merek Bvlgari, Harley Davidson, Ferrari, Maserati, serta menaungi sejumlah media seperti Harpers Bazaar, Cosmopolitan, CosmoGirl, FHM Magazine, Men's Fitness, Hard Rock FM, Cosmopolitan FM, Trax FM, Brava Radio, i'Radio, tidak ketinggalan mengelola Hard Rock Cafe Jakarta and Bali hingga Four Seasons Jimbaran Bali.

"Ternyata kalau kita membeli pesawat itu rangka disiapkan Airbus, mesin bisa memilih antara lain yang bersedia Rolls Royce, kemudian pabrik Rolls Royce kemungkinan menawarkan kalau beli mesin kami ada sesuatunya. Kalau marketing dari perusahaan mesin itu menawarkan sesuatu, bisa saja pengambilan keputusannya mengarah kepada yang menawarkan sesuatu itu. Jadi kelihatannya polanya begitu," ungkap Agus.

Namun Agus belum mendapatkan nilai total pembelian 50 pesawat tersebut. Salah satu pembelian pesawat Garuda dalam periode tersebut adalah pembelian 11 pesawat Airbus 330-300 pada April 2012 senilai 2,54 miliar dolar AS yang penandatanganannya disaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Inggris David Cameron di Istana Merdeka.

"Istilah di BUMN, ESA (Emirsyah Satar) selaku manajer yang harus tanda tangani kontrak," tambah Agus menjelaskan tanggung jawab Emirsyah.

Sebagai penanggung jawab, Emir diduga menerima suap dari Rolls Royce melalui Sutikno melalui sejumlah rekening yang ada di Indonesia, Inggris dan Singapura.

"SS (Soetikno Soedarjo) ini perantara. Rolls Royce memberikan uang melalui SS dari perusahaan dan masuk ke dalam satu perusahaan yang bernama Connaught International Pte. Ltd itu di Singapura lalu dimasukkan ke beberapa rekening, maka CPIB yang menangani ini," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif.

Sedangkan mengenai peran Airbus sebagai penyedia rangka pesawat, Laode menilai hingga saat ini belum ditemukan ada bukti suap dari perusahaan asal Eropa tersebut.

"Yang jelas sampai saat ini tidak ada 'kick back' yang diterima dari Airbus yang ada dari Rolls Royce," ungkap Laode.

Kasus ini menurut Agus adalah kerja sama antara lembaga antikorupsi Inggris Serious Fraud Office (SFO) dan lembaga sejenis di Singapura yaitu Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).

"Pengungkapan ini dilakukan KPK bersama dengan teman-teman dari Inggris, dari SFO dan juga teman-teman dari Singapura CPIB mendapatkan alat bukti yang cukup kuat untuk kemudian kita naikkan ke penyidikan," tambah Agus.

KPK menerima laporan dari SFO dan CPIB yang sedang menginvestigasi suap Rolls Royce di beberapa negara, SFO dan CPIB pun mengonfirmasi hal itu ke KPK termasuk memberikan sejumlah alat bukti.

"Salah satu alat bukti transfer yang didapat termasuk beberapa transfer bank, laporan dari PPATK (Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan), banyak dari SFO dan CPIB karena 'hard evidence' mereka yang pegang semuanya, misalnya berhubungan dengan komunikasi email, surat menyurat, tanda tangan surat," jelas Laode.

KPK melalui CPIB dan SFO juga sudah membekukan sejumlah rekening dan menyita aset Emirsyah yang berada diluar negeri. KPK mengaku mengulur waktu pengumuman tersangka agar memberikan waktu kepada penyidik mengamankan hal-hal yang perlu diamankan, padahal investigasi di KPK sudah dilakukan sejak pertengahan 2016.

"Mungkin Anda ingat beberapa waktu lalu saya pernah menyebutkan salah satu direktur utama BUMN menerima sesuatu di Singapura, itu sebenarnya terkait dengan ini. Sekarang kami tidak selalu penyidikan kami buat konferensi pers, tapi karena ini mungkin dampaknya ke banyak hal yang signifikan," tambah Agus.

KPK pun sudah menggeledah lima lokasi pada 18-19 Januari 2016 yaitu kediaman Emirsyah di Grogol Utara, Kebayoran Lama Jakarta Selatan, rumah Soetikno di daerah Cilandak Barat, Jakarta Selatan, kantor tersangka Soetikno di PT MRA berlokasi di Wisma MRA Jalan TB Simatupang No 19 Jakarta Selatan, satu rumah di daerah Jatipadang, Jakarta Selatan serta satu rumah di kawasan Bintara, Pesanggrahan Jakarta Selatan.

Dalam perkara ini Emirsyah disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huru f atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya diancam pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan Soetikno Soedarjo diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat satu tahun dan lama lima tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: