Semakin lebarnya ketimpangan antara kelompok kaya dan kelompok miskin merupakan ancaman yang serius bagi kesejahteraan Indonesia di masa mendatang. Jika masalah ketimpangan ini tidak ditangani, pengentasan kemiskinan menjadi lebih sulit, dan ketidakstabilan sosial akan meningkat.
Direktur International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Sugeng Bahagijo mengungkapkan sejumlah negara telah berhasil mengambil tindakan untuk menekan ketimpangan, di antaranya Brasil.
"Brasil memiliki banyak kesamaan dengan Indonesia, misalnya keduanya memiliki perekonomian berbasis sumber daya alam, mempunyai sistem politik yang terdesentralisasi dan Indonesia sedang dalam proses peralihan untuk menjadi negara berpenghasilan menengah atas yang mana baru-baru ini dialami oleh negara Brasil," kata Sugeng dalam peluncuran Laporan Ketimpangan di Jakarta, Kamis (23/2/2017).
Sugeng menjelaskan bahwa antara tahun 2001 dan 2009 Brasil mampu menurunkan ketimpangan pendapatan sebesar lima poin dari koefisien gini sebesar 58,8 menjadi 53,7. Hal ini dilakukan dengan tiga cara. Pertama, fokus politik yang secara terbuka memiliki tujuan untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan.
Kedua, Brasil memulai upaya untuk memperluas layanan pendidikan bagi rumah tangga miskin sehingga lebih banyak pekerja yang memiliki keterampilan dan karena itu menerima upah yang lebih tinggi.
"Antara tahun 2003 dan 2016, Brasil meningkatkan upah minimum sebesar 77% di atas inflasi dan diserta semakin banyak terciptanya pekerjaan formal," tambahnya.
Dan ketiga peningkatan program bantuan sosial yang inklusif dan program dana pensiun iniversal. Program ini termasuk program unggulan Brasil di antaranya memberikan bantuan tunai bersyarat, program pensiun non-iuran untuk orang tua miskin, dan program bantuan susu.
"Dengan kemauan politik dan langkah kebijakan yang tepat, pemerintah Brasil dapat menghentikan kecenderungan meningkatnya ketimpangan," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Cahyo Prayogo
Advertisement