Pemerintah mengklaim penerapan program amnesti pajak paling berhasil di dunia. Berdasarkan Surat Pernyataan Harta (SPH), total harta yang dilaporkan para wajib pajak mencapai Rp4.855 triliun, tertinggi di dunia. Sementara penarikan dana dari luar negeri (reptriasi) mencapai Rp147 triliun. Adapun total penerimaan negara dari program tax amnesty mencapai Rp135 triliun.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Indef, Enny Sri Hartati mengkritik sikap pemerintah yang hingga selesainya program amnesti pajak mengaku sangat berhasil. Padahal jika dikaji lebih dalam lagi ada minimal empat kegagalan fundamental.
"Pak Ken (Dirjen Pajak) selalu bilang tax amnesty itu paling berhasil di dunia. Karena dari sisi deklarasi mencapai Rp4.800 triliun. Tapi banyak indikator yang tak bisa diklaim dan itu harus diketahui oleh publik," ujar Enny dalam diskusi soal evaluasi tax amnesty di kantornya, Jakarta, Kamis (6/4/2017).
Contohnya kata Enny, seperti soal likuiditas perbankan yang tak berpengaruh signifikan serta suku bunga perbankan yang bukannya menurun malah kian meningkat. "Jadi istilahnya, kalau targetnya 10 tapi yang bisa dicapai 5, sekalipun gagal tapi masih lebih baik. Tapi tax amnesty ini, justru melenceng dari tujuan. Maunya ke utara ternyata malah ke selatan. Ini sangat parah," kritik dia.
Di tempat yang sama, peneliti Indef, Mohammad Reza Hafiz membedah kegagalan tersebut. Pertama, kegagalan dilihat dari mandat UU Tax Amnesty. Menurutnya, di pasal 2 ayat 2 itu disebut tujuan tax amnesy ada tiga.
"Yaitu, mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan harta, antara lain akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar rupiah, penurunan suku bunga dan peningkatan investasi. Tapi semuanya gagal terjadi," tandas Reza.
Serta tujuan lainnya adalah mendorong reformasi perpajakan serta meningkatkan penerimaan pajak. "Tapi hal itu pun belum terjadi," kritiknya. Kegagalan kedua adalah uji statistik pengaruh repatriasi terhadap variable tujuan pasal 2 ayat 2 huruf a UU Pengampunan Pajak itu ternyata tak tercapai.
"Karena secara statistik repatriasi itu tak berpengaruh secara signifikan. Variabel-variabel seperti likuiditas dan nilai tukar justru lebih terpengaruh oleh kondisi ekonomi global dan daya saing investasi," papar dia.
Kegagalan ketiga, kata Reza, adalah tujuan menambah database wajib pajak pasca tax amnesty belum optimal. "Total peserta tax amnesty yang minim sebesar 965.983 WP atau hanya 2,95 persen dari WP terdaftar 2016, akan berdampak pada database potensi WP ke depan," urai dia.
Terakhir,?kegagalan keempat adalah tebusan tax amnesty yang tak sesuai target. Mencapai Rp114 triliun dari targetnya Rp165 triliun. Selama ini, tebusan tersebut hanya sebagai legitimasi shortfall dan melebarnya defisit APBN Perubahan 2016 lalu.
"Artinya, saat itu pemerintah tahu bahwa di 2016 itu potensinya akan ada defisit anggaran yang melebihi 3 persen. Makanya pemerintah ngotot ada tax amnesty dan ternyata dengan adanya tebusan itu menolong pemerintah dari defisit," tandas dia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Dewi Ispurwanti
Tag Terkait:
Advertisement