Sejak tahun 2015 hingga sekarang, terjadi 2 kasus fraud berukuran jumbo di lembaga perbankan nasional. Sebelum munculnya kasus penerbitan sertifikat bilyet deposito "bodong" dari PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN), pernah juga muncul kasus penyaluran kredit fiktif yang melibatkan mantan Direktur Utama PT Bank DKI.
Kasus-kasus seperti itu menurut Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Eko Listyanto, muncul ketika terdapat diskresi dalam aspek risiko. Maksudnya adalah terjadinya pelonggaran aspek governance atau standard operating procedure (SOP) di internal perbankan.
"Di banyak kasus biasanya melibatkan "orang dalam"," katanya kepada Warta Ekonomi awal pekan ini. Lebih lanjut dirinya mengatakan sejatinya di dalam internal bank sendiri sudah terdapat pengawasan yang ketat seiring dengan asas prudentialitas yang dianut bank. Namun berkaca pada beberapa kasus di atas, lembaga perbankan perlu lebih intensif melakukan evaluasi atas governance-nya.
Oleh karena itu, dirinya menyarankan agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pengawas mikroprudensial harus melakukan perbaikan terhadap fungsi evaluasi internal bank. "Jadi nanti perbaikannya targeted ke bank-bank yang terindikasi melonggarkan governance," tambah Eko.
Hal itu perlu dilakukan karena menurut Eko terdapat lembaga perbankan yang "tidak baik-baik saja" namun belum mengalami kebobolan.?
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Gito Adiputro Wiratno
Editor: Dewi Ispurwanti
Tag Terkait:
Advertisement