Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ketika Dirjen Pajak Dicecar Soal Pertemuan dengan Ipar Presiden

Ketika Dirjen Pajak Dicecar Soal Pertemuan dengan Ipar Presiden Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Majelis hakim Ansyori Saifuddin mencecar Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi soal pertemuan di Kantor Ken yang membahas tax amnesty (TA) bersama dengan ipar Presiden Joko Widodo Arief Sulistyo dan Direktur Utama?PT Bangun Bejana Baja Rudi Priambodo Musdiono.

"Kita sudah memeriksa Direktur Kepatuhan Internal Ditjen Pajak, ada semacam kode etik yang harus ditaati tidak gampang wajib pajak menemui Dirjen Pajak apalagi kalau perusahaannya ada permasalahan?" tanya hakim Ansyori di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (31/5/2017).

"Saya gampang ditemui di kantor lantai 5 di ruang rapat Dirjen dan bisa menemui lewat sekretariat," jawab Ken.

Ken menjadi saksi untuk terdakwa Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno yang diduga menerima suap sebesar 148.500 dolar AS (Rp1,98 miliar) dari "Country Director" PT EK Prima Ekspor (EKP) Ramapanicker Rajamohanan Nair.

Dalam sidang Ken mengaku hanya memberikan penjelasan kepada Arief dan Rudi mengenai prosedur TA karena perusahaan Arief berada di Solo namun TA ingin dilakukan di Jakarta, padahal dalam dakwaan jaksa, pertemuan itu termasuk rangkaian agar perusahaan EKP milik Rajamohanan bisa melakukan TA meski perusahaan itu bersamlah. Rajamohanan meminta bantuan Handang melalui Haniv yang juga diperantarai oleh Rudi.

"Bukannya prosedur TA dapat ditanya ke kantor pelayanan pajak setempat?" tanya hakim Ansyori.

"Bisa tapi mungkin tidak cukup, pejelasan memang tidak rumit tapi apakah WP (wajib pajak) mengerti atau tidak itu urusan lain," tambah Ken.

"Lantas setelah kejadian ini apa yang dilakukan untuk mencegah kejadian yang sama terulang?" tanya hakim Ansyori.

"Ya supaya WP jangan menyuap," kata Ken.

"Kan sulit mengatur WP-nya? Sekarang bagaimana perbaikan internal?" tanya hakim Ansyoryi.

"Ada pencegahannya, UU-nya juga ada, tapi saat melakukan pemeriksaan, yang menentukan besar kecilnya utang pajak adalah wajib pajak bukan petugas pajak," ungkap Ken.

"Apakah tidak ada keharusan agar masalah wajib pajak dibawa ke bapak?" tanya ketua majelis hakim Frankie Tumbuwun.

"Tidak ada, tidak pernah membicarakan masalah WP per WP, tapi hanya membicarakan permasalahan secara global," jawab Ken.

"Berapa lama pertemuannya?" tanya hakim.

"Tidak sampai 30 menit, saya hanya memberikan penjalasan 'tax amnesty' memakai slide, saat itu juga ada sekretaris saya namanya Hendri. Mereka tanya kalau perusahaannya Pak Arief di Solo apakah bisa ikut 'tax amensty' di Jakarta, saya katakan bisa saja, tapi akan repot karena berkasnya kan di Solo," jawab Ken.

"Apakah ada orang Jepang, India atau Korea yang menghadap bapak untuk mengadukan adanya pencabutan Perusahaan Kena Pajak (PKP) karena tidak bisa dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak PMA 6?" tanya jaksa Takdir Sulhan.

"Tidak ada yang datang ke saya. Saya hanya pernah mengumpulkan para kepala kantor (pajak) untuk rapat di Kanwil bersama dan melaporkan apakah ada masalah TA, dan bila sudah sesuai prosedur ya sudah lakukan, termasuk pencabutan PKP itu karena itu merupakan pekerjaan kakanwil biasa," jelas Ken. (CP/Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: