Retaknya Hubungan Antara Negara Arab dan Qatar Picu Kekhawatiran Ekonomi
Ketidakpastian yang berkembang di Timur Tengah yang timbul dari krisis diplomatik Qatar dikhawatirkan akan melemahkan beberapa aspek yaitu, pengadaan energi untuk Jepang, menghambat rencana untuk membangun stadion dalam rangka menyambut Piala Dunia 2022, dan mempengaruhi bagian lain dari ekonomi global.
Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab, Bahrain dan Yaman memutuskan hubungan diplomatik dengan sesama negara Sunni, Qatar, pada hari Senin (6/7/2017), dengan alasan dukungannya terhadap Ikhwanul Muslimin, sebuah organisasi Islam. Pemerintah Saudi mengatakan telah memotong rute darat, laut dan udara ke negara tetangga untuk melindungi diri dari pengaruh terorisme dan ekstremisme.
Arab Saudi, UEA dan Bahrain memberikan tenggat waktu bagi para pengunjung dan warga Qatar selama 14 hari untuk keluar dan menuntut agar diplomat dari negara kecil tersebut juga pergi. Trio tersebut juga melarang warganya sendiri untuk mengunjungi Qatar, yang pada gilirannya memprotes tuduhan tersebut sebagai tidak berdasar dan pemutusan ikatan sepihak sebagai tidak dapat dibenarkan.
Setelah kejatuhan Presiden Mesir Hosni Mubarak dari kekuasaan di Musim Semi Arab tahun 2011, Mohamed Morsi yang berafiliasi dengan Ikhwanul Muslimin berkantor. Pemerintahan Presiden Abdel-Fattah el-Sissi saat ini telah menyebut entitas tersebut sebagai organisasi teroris, sementara Arab Saudi dan UEA menganggapnya sebagai organisasi yang ilegal juga.
Hubungan Qatar dengan Iran juga berperan dalam isu yang sedang berkembang sekarang ini. Sebuah sumber ladang gas di lepas pantai Qatar, salah satu yang terbesar di dunia, terkait dengan ladang gas Iran di bawah tanah, dan sebuah kemitraan dengan negara adalah suatu keharusan bagi setiap proyek pembangunan.
Riyadh dan Doha juga sedang berselisih. Arab Saudi, UAE dan Bahrain memutuskan pada 2014 untuk menarik duta besar mereka dari Qatar. Namun, kali ini mereka langsung memotong hubungan diplomatik tanpa basa-basi, menunjukkan bahwa situasinya jauh lebih serius dari sebelumnya.
Hal yang dilematis lainnya adalah bahwa Qatar adalah rumah bagi Al Udeid Air Base A.S, sebuah tempat yang strategis untuk melawan kelompok Islamic State atau Negara Islam di Suriah.
Kekhawatiran berkembang bahwa keretakan hubungan diplomatik yang terjadi ini akan merugikan aspek perekonomian. Qatar merupakan pengekspor gas alam cair terbesar di dunia, mereka menyumbang 15% impor LNG Jepang. Hal ini juga berarti produksi 9% minyak mentah yang dikeluarkan Jepang dari luar negeri.
Utilitas Jepang, Chubu Electric Power, memiliki perjanjian pembelian LNG jangka panjang dengan Qatargas, dan kontrak tersebut telah diserahkan ke JERA, perusahaan patungan dengan Tokyo Electric Power Co. Holdings. "Dari apa yang kami dengar melalui JERA, Qatargas menyatakan bahwa tidak ada dampak yang akan terjadi, namun kami akan terus memantau perkembangannya," kata juru bicara Chubu Electric, sebagaimana dikutp dari laman Nikkei Asian Review, di Jakarta, Rabu (7/6/2017).
"Marubeni memiliki saham dalam proyek LNG dan bisnis kilang minyak di Qatar. Rumah perdagangan tersebut mengumpulkan informasi," kata seorang juru bicara.
Maskapai penerbangan UAE yakni Emirates dan Etihad Airways telah menunda penerbangan ke Qatar. Krisis ini juga menghadapi kemunduran pembangunan fasilitas stadion Piala Dunia, dengan transportasi darat material dari Arab Saudi telah diblokir. Hal ini juga berdampak kepada kontraktor umum di Arab Saudi, yang banyak menangani pekerjaan konstruksi di Qatar.
Selain itu, UEA mengimpor gas alam dari Qatar. Para saudagar Qatar juga banyak melakukan investasi besar di sektor properti di Dubai, dan pemutusan hubungan diplomatik mereka bisa berarti kerugian yang masif.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Hafit Yudi Suprobo
Editor: Hafit Yudi Suprobo
Advertisement