Hangatnya isu rencana penerapan sistem sekolah lima hari dalam sepekan, Bunda Literasi Jawa Barat Netty Heryawan tanggapi secara netral.
Ia dengan tegas menyerahkan sepenuhnya pada kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI dan para pakar.?
"Apapun (keputusan) yang kemudian diambil, kebijakan dari tingkat pusat ?atau dari kementerian, tentu harus berdasarkan kajian para ahli yang memang expert di bidangnya masing-masing, termasuk dalam konteks memutuskan lama jam belajar anak-anak kita," katanya kepada wartawan di Bandung, Kamis (15/6/2017).
Netty berharap hasil putusan Kemendikbud dapat mewujudkan penyelenggaraan sistem pendidikan, termasuk didalamnya kurikulum dan metodologi, yang mengedepankan prinsip kepentingan terbaik bagi anak, serta sesuai dengan fungsi pendidikan sebagai ruang dimana anak belajar lebih tahu (learn to know), mau melakukan sesuatu (learn to do), mulai menjadi sesuatu (learn to be), dan bisa berinteraksi di lingkungannya (learn to live together).
Menurutnya, dunia anak adalah dunia bermain dan berekspresi, sehingga sejatinya pendidikan akan membuat ruang-ruang kebebasan berekspresi bagi anak, dan membuka ruang menyatakan pendapat maupun ruang untuk mengoptimalkan berbagai jenis kecerdasan anak.?
Perlu digarisbawahi, bukan hanya kecerdasan hitung (matematik) saja yang menjadi ukuran keberhasilan pendidikan, tetapi juga kecerdasan pemecahan masalah (problem solving), kreativitas, berpikir kritis, dan kecerdasan lainnya.
"Jadi jangan sampai ada sebuah pemaksaan, ide-ide atau gagasan-gagasan orang dewasa yang kemudian tidak memenuhi kebutuhan fisik, emosi dan sosial anak,"ujarnya
Lebih lanjut Netty berpendapat, keberhasilan pendidikan tidak hanya ditentukan oleh lama belajar anak, tapi seperti apa metodologi yang digunakan dalam proses belajar mengajar, serta seperti apa SDM yang terlibat.
Netty sangat berharap anak-anak bisa menikmati masa tumbuh kembangnya baik di rumah maupun di sekolah, menikmati setiap mata pelajaran yang diselenggarakan, menyukai guru-guru dan cara guru menyampaikan pelajaran. Dia juga inginkan sekolah menjadi rumah kedua bagi anak, yang menjamin rasa nyaman, aman dan memberikan penghargaan yang seluas-luasnya bagi kecerdasan yang mereka miliki.
"Bukan hanya sekedar lima hari, tapi kalau gurunya melakukan kekerasan juga buat apa lima hari? Tetap saja tidak akan melahirkan output atau keluaran pendidikan yang baik," ucapnya
"Kita sudah terlalu sering mendengar anak-anak mengakhiri hidupnya karena nilainya tidak memuaskan orangtua. Itu terjadi lagi beberapa waktu yang lalu kan," pungkasnya.
Sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI berencana untuk menerapkan kebijakan lima hari sekolah per delapan jam sehari tiap pekannya. Kemendikbud mengklaim bahwa kebijakan tersebut merupakan implementasi dari progran Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), yang menitikberatkan pada lima nilai utama yakni religius, nasionalis, gotong royong, mandiri serta integritas.?
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait:
Advertisement