PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mengakui bahwa bisnis uang elektroniknya belum dapat mendulang keuntungan. Hal tersebut terjadi lantaran masih kecilnya dana nasabah yang mengendap di uang digital tersebut.?
Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaarmadja mengatakan umumnya bisnis bank adalah memanfaatkan pengendapan dana nasabah. Namun di uang elektronik jumlah pengendapannya masih sangat kecil. "Misalnya marjin 5%, lalu dana mengendapnya rata-rata sekitar Rp30 ribu, maka marjin yang didapatkan hanya Rp1.500, dan itu untuk setahun. Susah untuk survive jika bisnis modelnya seperti itu," katanya di Jakarta, Selasa (20/6/2017).
Sebagai catatan, saat ini Bank Indonesia (BI) tengah melakukan kajian terkait biaya fasilitas penambahan saldo uang elektronik. Berdasarkan kajian awal industri, biaya yang akan dikenakan pada pengguna e-money tersebut akan berada dikisaran Rp1.500 hingga Rp2.000.
Menyikapi hal tersebut, Jahja mengaku belum menetapkan besaran fee untuk penambahan saldo lantaran ketentuannya saat ini, Bank tidak diperbolehkan untuk memungut fee dari aksi tersebut. Lebih lanjut dirinya mengatakan hadirnya uang eletronik sejatinya bertujuan untuk memberikan kemudakan kepada nasabah sekaligus menyukseskan program less cash pemerintah.?
Hingga akhir tahun ini, BCA menargetkan pertumbuhan uang elektroniknya, Flazz dapat mencapai 1 juta. Sementara per awal tahun ini, jumlah sebaran kartu Flazz di tanah air sudah berada di angka 9,5 juta. Dari jumlah tersebut rata-rata volume transaksi mencapai Rp10 juta transaksi per bulan.?
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Gito Adiputro Wiratno
Editor: Rizka Kasila Ariyanthi
Tag Terkait:
Advertisement