Dinas Pariwisata Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, menyusun rencana induk pengembangan kawasan hutan mangrove di Pasir Kadilangu dan Pasir Mendit, Kecamatan Temon.
Kasi Objek Daya Tarik Wisata Dinas Pariwisata Kulon Progo, Didik, di Kulon Progo, Minggu (2/7/2017), mengatakan pembuatan rencana induk sudah ditentukan pemenangnya, dan minggu depan sudah mulai dikerjakan.
"Tapi, kami sangat ragu pembuatan rencana induk kawasan hutan mangrove selesai. Hal ini mengingat konflik internal pengelola hutan mangrove belum menemukan titik temu," kata Didik.
Ia mengatakan ada empat pengelola kawasan hutan mangrove, yakni Kelompok Pasir Kadilangu, Kelompok Api-api, Kelompok Maju Lestari dan Wana Tirta. Empat kelompok ini tidak hadir pada forum diskusi bersama untuk menggali masukan masyarakat kasawan hutan mangrove.
Dispar tidak bisa berbuat banyak, ketika antarpengelola wisata mangrove sendiri tidak akur dan tidak mau kerja sama. Pembuatan rencana induk kawasan hutan mangrove sendiri ditujukan untuk kepentingan mereka sendiri ke depan setelah adanya bandara.
"Kalau situasi tidak kondusif seperti saat ini, buat apa kami menyusun rencana induk pengembangan kawasan mangrove. Kalau rencana induk jadi, akan sia-sia. Kami harus bagaimana ini," katanya.
Didik mengatakan hutan mangrove yang dikelola oleh masyarakat Pasir Kadilangu dan Pasir Mendit itu milik Kadipaten Puro Pakualam. Alangkah baiknya, kawasan mangrove dikelola bersama dengan damai, demi kesejahteran bersama.
"Saat kami mengundang mereka untuk membahas ini, mereka tidak datang," katanya.
Menurut dia, dari empat pengelola hutan mangrove, hanya Kelompok Api-api yang paling susah diajak komunikasi. Kemudian tiga lainnya, siap komunikasi dengan catatan Kelompok Api-api juga dilibatkan.
"Wisatawan berwisata ke hutan mangrove itu untuk bersenang-senang, bukan melihat konflik pengelolaan," kata dia.
Koordinator Wana Tirta, Warso, mengatakan kelompoknya sejak awal komitmen mengembangkan mangrove untuk kesejahteraan bersama. Ketika, ada masalah antarpengelola wisata mangrove, maupun dengan masyarakat Jogoboyo, Purworejo, pihaknya sangat santai.
Sejak awal, Wana Tirta membuka pintu komunikasi dengan semua pihak, tapi tidak pernah menemukan solusi. "Saat ini, kami biasa saja, kami kerja sama dengan pihak yang mau maju dan berkembang seperti masyarakat dan Karang Taruna Desa Karanganyar, Purworejo. Sehingga, wisata mangrove pengunjungnya meningkat. Ekonomi warga juga berkembang," katanya. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait:
Advertisement