Bank Indonesia (BI) berpendapat era ekonomi baru yang cenderung moderat pascakrisis ekonomi global (global financial crisis/GFC) 2008-2009 dipenuhi banyak volatilitas, ketidakpastian, kompleksitas, dan ambiguitas atau VUCA (volatile, uncertain, complex, and ambiguous).
Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan prospek pertumbuhan yang moderat menyiratkan tidak hanya melemahnya permintaan eksternal dan kegiatan investasi pasca GFC, namun juga meningkatnya risiko perkembangan di pasar keuangan global. Bahkan, ketersediaan air juga dapat menyebabkan VUCA dalam ekonomi global.
"Perkembangan dunia yang penuh ketidakpastian, perkembangan teknologi yang penuh ketidakpastian, isu geopolitik yang meningkat, bahkan sampai ketersediaan air bisa membuat VUCA itu," ujar Agus di Jakarta, Kamis (24/8/2017).
Agus menuturkan, untuk menjaga dampak VUCA terhadap ekonomi Indonesia, bank sentral berkomitmen untuk fokus pada mandatnya sebagai otoritas moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran.
"Kita tentu ingin menjaga agar moneter kita dalam keadaan yang baik untuk menghadapi ketidakpastian. Jadi, kita mau meyakini bahwa kita memahami perkembangan dunia dan domestik dan senantiasa menempatkan posisi moneter kita agar inflasi bisa terjaga rendah dan stabil dan nilai tukar juga terjaga dengan kondisi yang memungkinkan Indonesia?mencapai pertumbuhan ekonomi yang baik," jelas Agus.
Hingga triwulan II 2017, ?rupiah bergerak cukup stabil dan secara rata-rata menguat sebesar 0,30% menjadi Rp13.309 per dolar AS.
Sementara inflasi terkendali pada level yang lebih rendah dari perkiraan semula sehingga mendukung pencapaian sasaran inflasi sebesar 4,0?1% tahun 2017 dan 3,5?1% tahun 2018. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Juli 2017 tercatat 2,60% (ytd) atau secara tahunan mencapai 3,88% (yoy).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement