Arakan Rohingya Solidarity Army (ARSA), yang sebelumnya dikenal sebagai Harakatul Yakeen, pertama kali muncul pada bulan Oktober 2016 pada saat melakukan penyerangan tiga pos polisi di kota Maungdaw dan Rathedaung dan menewaskan sembilan petugas polisi.
Meskipun menghadapi penindasan selama bertahun-tahun, Rohingya yang sebagian besar Muslim sebagian besar telah menahan diri dari kekerasan.
Etnis Rohingya yang tinggal di kota Maungdaw mengatakan kepada Al Jazeera bahwa orang-orang itu, yang hanya berjumlah beberapa lusin, menyerbu pos-pos terdepan dengan tongkat dan pisau, dan setelah membunuh petugas, mereka melarikan diri dengan persenjataan ringan.
Dalam sebuah pernyataan video berdurasi 18 menit yang dikeluarkan Oktober lalu, Ataullah Abu Amar Jununi, pemimpin kelompok tersebut dan membela atas serangan yang dilancarkan oleh kelompoknya, kemudian menyalahkan tentara Myanmar karena menghasut kekerasan tersebut.
"Selama lebih dari 75 tahun terjadi berbagai kejahatan dan kekejaman yang dilakukan terhadap Rohingya, oleh karena itu kami melakukan serangan 9 Oktober 2016 untuk mengirim sebuah pesan bahwa jika kekerasan tidak dihentikan, kami memiliki hak untuk membela kita sendiri," ujarnya.
Maung Zarni, seorang warga non-residen di Pusat Eropa untuk Studi Ekstrimisme, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa tindakan kelompok tersebut ditimbulkan dari "penyalahgunaan genosida secara sistematis" oleh militer Myanmar.
"Ini bukan kelompok teroris yang bertujuan menyerang jantung masyarakat Myanmar seperti yang diklaim pemerintah," ujar Zarni, sebagaimana Al Jazeera, Kamis (14/9/2017).
"Mereka adalah sekelompok pria tanpa harapan yang memutuskan untuk membentuk kelompok pertahanan diri dan melindungi orang-orang mereka yang tinggal dalam kondisi yang mirip dengan kamp konsentrasi Nazi," tambahnya.
"Tindakan ARSA menyerupai narapidana Yahudi di Auschwitz yang bangkit melawan Nazi pada bulan Oktober 1944," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Hafit Yudi Suprobo
Editor: Hafit Yudi Suprobo
Tag Terkait:
Advertisement