Pemerintah ingin mempercepat realisasi reforma agraria. Oleh karena itu, sejumlah langkah dilakukan dan salah satunya dengan membentuk Sekretariat Bersama Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial yang diinisiasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. WWF Indonesia pun ditunjuk sebagai Project Management Office (PMO) untuk pembentukan Sekretariat Bersama (Sekber).
Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Lukita Dinarsyah Tuwo mengungkapkan alasan dibentuknya Sekber untuk mempercepat proses reforma agraria yang sangat penting sebagai peletak dasar bagi program Kebijakan Pemerataan Ekonomi (KPE), pengurangan kesenjangan pemilikan atau penguasaan lahan, penurunan angka kemiskinan, dan penciptaan lapangan pekerjaan.
"Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menunjuk WWF Indonesia sebagai mitra untuk membentuk Sekretariat Bersama sebagai PMO. Dengan penunjukan PMO ini diharapkan kerja sama antar-kementerian dan lembaga-lembaga yang menangani reforma agraria akan berlangsung secara lebih efektif dan dapat mempercepat pencapaian target program Reforma Agraria," ujarnya.
Dalam kebijakan reforma agraria itu sendiri, lanjut dia, ada dua fokus program yang menjadi kunci mengurangi ketimpangan yang terjadi, yaitu legalisasi aset yang terdiri dari lahan transmigrasi dan prona, serta redistribusi aset yang terdiri dari HGU (Hak Guna Usaha) atau tanah terlantar dan pelepasan kawasan hutan. Kedua adalah pemberian akses pemanfaatan lahan hutan melalui program Perhutanan Sosial.
Sementara itu, CEO WWF Indonesia Rizal Malik mengatakan kerja sama ini penting untuk mewujudkan komitmen Pemerintah Indonesia untuk memperbaiki tata kelola dan mewujudkan perhutanan sosial, juga melestarikan hutan dan keanekaragaman hayatinya. Apalagi, Indonesia merupakan salah satu negara yang telah menyepakati Paris Agreement dan SDG (Sustainable Development Goal)
Fokus pertama program reforma agraria adalah legalisasi dan redistribusi aset yang digolongkan Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) seluas 9 juta hektare. Dari luas tersebut, ditargetkan 4,5 juta hektare untuk legaliasi aset yang terdiri dari 3,9 juta hektare untuk sertifikai tanah-tanah warga dan 0,6 juta hektare untuk lahan transmigrasi. Kemudian, sisanya seluas 4,5 juta hektare dialokasikan untuk redistribusi aset yang terdiri dari 0,4 juta hektare dari lahan HGU yang telah habis masa berlakunya dan tanah-tanah terlantar, dan 4,1 juta hektare dari pelepasan kawasan hutan negara.
Selanjutnya, diluar 9 juta hektare tersebut, pemerintah juga menyiapkan lahan seluas 12,7 hektare melalui program Perhutanan Sosial yang dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui skema pemberian ijin pengelolaan atas hutan negara dan pengakuan hutan adat.
PMO ini akan membantu koordinasi dan komunikasi dengan Kementerian teknis (Kementerian LHK, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Pertanian, Kementerian BUMN dan Kementerian Desa PDT dan Transmigrasi) mengenai progres sertifikasi tanah rakyat, sertifikasi lahan transmigrasi, redistribusi lahan terlantar, pelepasan kawasan hutan, dan perhutanan sosial.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Fauziah Nurul Hidayah
Tag Terkait:
Advertisement